Ulah Kakek dan Nenek yang penasaran dengan Ravindra tidak berhenti di situ saja. Ketika Cinta bersama dengan semua orang, sibuk dengan pasien yang berdatangan, Kakek Yono, Nenek Menur dan Nenek Garwita masuk ke dalam kamar rawat Ravindra dan membuat Ravindra terkejut.
Ting! Ting!
Mendengar panggilan lonceng dari Ravindra, jelas Cinta langsung berlari sebagai perawatnya karena Pak Rama yang bertugas sebagai dokter utamanya sedang sibuk dengan pasien lain yang datang untuk memeriksakann dirinya. Maklum saja … RS Djiwa Sehat adalah rumah sakit yang diisi dengan satu dokter utama dan empat dokter relawan yang masih muda dengan pengalaman yang bisa dikatakan masih kurang jika dibandingkan dengan rumah sakit besar di kota punya dokter utama di setiap spesialisnya.
“Ada apa, Ra-“ Cinta langsung menghentikan pertanyaannya ketika melihat tiga lansia sedang duduk di kamar rawat Ravindra yang sedang duduk tenang memakan sarapan yang tadi diantar oleh Cinta. “Kakek Yono!! Nenek Menur!! Nenek Garwita!!! Kenapa kalian kemari dan mengganggu pasienku-Ravindra?? Apa Kakek dan Nenek ingin ditegur Pak Rama lagi???”
“Perawat Cinta yang cantik, Nenek hanya ingin menyapa pemuda tampan yang selalu diam di kamar ini. Kasihan sekali membiarkan pemuda tampan ini diam di kamar seorang diri saja.” Nenek Menur membela diri.
“Nenek juga ingin menyapa.” Nenek Garwita ikut-ikutan membuat alasan yang sama.
“Kakek juga.” Kakek Yono juga ikut membuat alasan yang sama.
Cinta meletakkan kedua tangannya di pinggangnya sembari menatap tajam ke arah Nenek dan Kakek yang sedang mengganggu sarapan Ravindra. “Tidak!! Kakek dan Nenek tidak hanya ingin menyapa Ravindra saja! Kalian bertiga datang kemari karena ingin menjodohkan cucu perempuan kalian kepada Ravindra!”
“Kok ketahuan sih??” Nenek Menur berpura-pura tertangkap basah.
“Perawat Cinta ini benar-benar pintar yah …” Nenek Garwita pura-pura memuji Cinta dan tidak lama kemudian kembali menjodohkan cucu laki-lakinya kepada Cinta. “Jadilah cucu menantuku dengan menikah dengan cucu laki-lakiku, Perawat Cinta. Ya, ya???”
“Ehm … “ Cinta mengikuti permainan Nenek Garwita dan Nenek Menur dengan berpura-pura memikirkan tawaran itu. “Ehm … sayangnya tetap tidak bisa, Nenek Garwita. Alasanku tetap sama. Sekali tidak bisa, tetap tidak bisa. Ayo, sekarang kalian betiga keluar semua dari kamar ini dan biarkan pasienku ini sarapan dengan tenang!!”
Cinta kemudian masuk ke dalam kamar Ravindra dan menarik dua nenek dan satu kakek keluar dari dalam kamar Ravindra.
“Tapi, Perawat Cinta. Aku belum mengenalkan cucuku pada pemuda tampan ini.” Kakek Yono masih tetap ngeyel berusaha, meski sudah diusir oleh Cinta.
“Tidak bisa, Kakek!” Cinta terus menarik Kakek Yono keluar dari kamar Ravindra.
“Aku juga ingin menjodohkan cucuku pada pemuda tampan itu, Perawat Cinta.” Nenek Menurr tidak ingin kalah.
“Aku juga.” Nenek Garwita juga masih ngeyel.
“Sekali tidak bisa, tetap tidak bisa! Di sini bukan jual beli barang, di mana kalian bisa tawar menawar!!!”
Setelah berhasil mengusir dua nenek dan satu kakek yang menerobos masuk ke dalam kamar Ravindra, Cinta yang melihat nampan makanan Ravindra telah kosong lantas mengambilnya sekaligus meminta maaf kepada Ravindra. “Maaf untuk yang tadi, Ravindra. Kakek dan Nenek itu tidak bermaksud buruk, hanya kebiasaan kecil mereka yang suka banyak bicara dan menjodohkan cucunya kepada orang baru.”
Ravindra menolehkan kepalanya melihat ke arah Cinta karena mendengar asal suara Cinta berasal. “Kamu sering menghadapi orang-orang seperti mereka, Perawat Cinta??”
Cinta menggelengkan kepalanya. “Aaah itu … hanya beberapa tapi ketika di sini, itu adalah hal yang biasa. Mereka adalah pengunjung tetap di rumah sakit ini dan tinggal tidak jauh dari rumah sakit ini. Mohon maklumi kakek dan nenek tadi. Mereka tinggal seorang diri dan kebanyakan desa mereka hanya diisi oleh kaum lansia. Anak dan cucu mereka memilih tinggal di kota, jadi bertemu dengan anak muda membuat mereka mungkin … sedikit bersemangat.”
“Perawat Cinta!!!!”
Panggilan dari Pak Rama terdengar dan Cinta harus segera kembali bertugas untuk membantu perawat lain yang sedang sibuk membantu dokter-dokter lain. “I-itu … aku harus pergi, Ravindra. Nanti aku akan kembali lagi. Apa ada sesuatu yang kamu inginkan sebelum aku pergi??”