Selasa, 24 Februari. Aku takkan pernah lupa hari itu. Hari dimana hal bersejarah untuk diriku. Suasana pagi itu cukup mendung, matahari belum mau menampakan diri. "Sepertinya hari mau hujan," gumamku dalam hati. Benar saja, pukul 11:30 hujan turun mulai deras, padahal sebentar lagi jam istirahat. Aku tidak bisa keluar kantor jika kondisinya hujan. Tapi ada hal mengejutkan dihari itu. Aku menerima sebuah pesan singkat dari bu Tamara yang membuat aku terkejut. "Mas, aku lagi di Dept. Store, bisa jemput aku tidak? Payungku tertinggal di rumah." katanya dalam pesan singkat itu. Kantorku memang dekat dengan pusat perbelanjaan, butuh waktu 5 menit hanya dengan berjalan kaki. Tetapi karena kondisinya hujan, dia memintaku untuk menjemputnya. Tentu aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Segera langsung aku pamerkan isi pesan ini kepada Puput, lalu aku mencari payung. Tapi sayang, hari itu kantor sedang sepi sehingga tidak ada agent yang datang membawa payung. Seketika aku langsung lemas, kesempatan untuk sepayung berdua dengan bu Tamara lenyap. "Maaf ya Bu, di kantor tidak ada payung, aku engga bisa jemput", segera aku kirim balasan bbm darinya sambil aku kirim emote sedih. "Iya tidak apa - apa Mas Kahfi, nanti kalau sudah reda aku tetap ke kantor", balasnya dengan emoticon senyum.
Aku lega karena dia tidak marah, tetapi aku kecewa pada diri sendiri karena tidak bisa memanfaatkan kesempatan untuk mendekatinya. Akhirnya bu Tamara datang setelah hujan berhenti. Entah mengapa aku sangat senang dengan kedatangannya. Hari itu dia terlihat lebih cantik, dengan paduan jilbab merah dan baju motif bunga berwarna merah. Mungkin karena aku suka warna merah, sehingga sangat cocok jika yang memakai Bu Tamara.
Pukul 15:00, terjadi sistem error pada aplikasi di kantorku. Sehingga aku tidak bisa melanjutkan pekerjaanku. Hujan deras tiba -tiba turun mengguyur daerah sekitar kantorku, sehingga ada beberapa agent yang tidak bisa pulang. Pada hari itu, agent yang datang merupakan agent senior, sehingga tidak terlalu dekat dengan bu Tamara. Aku melihatnya duduk sendirian dekat lorong pintu keluar. Aku ingin mencoba untuk mendekatinya, tetapi aku harus punya alasan yang jelas. Aku punya teman bernama Aji, dia seorang perokok. Aku memang bukan perokok, aku hanya merokok disaat saat tertentu saja, seperti ketika sedang stress dan banyak tekanan. Tiba - tiba aku mempunyai ide. "Aji, minta rokok ya," aku datang ke meja Aji. "Ambil aja, itu koreknya," sambil menunjukkan letak koreknya. Dia orang yang cuek, jadi hubungan pertemanan kami biasa saja, tidak seperti aku dan Puput.
Segera aku ke lorong untuk merokok, karena biasanya di lorong tempatku dan Aji merokok. Tiba - tiba bu Tamara memanggil, "Mas, ke sini", tangannya melambai padaku. Gayung bersambut, aku dipanggil duluan olehnya. "Temenin aku dong, aku sendirian nih. Aku engga enak kalau ngumpul di sana, di sana sudah senior semua", begitu katanya sambil menunjuk salah satu ruangan. "Mas Kahfi mau ngapain? Sistem masih error ya?", tanyanya. "Iya nih, masih error. Makanya aku pengen merokok dulu." Ketika aku ingin menyalakan korek, tiba - tiba tanganku dipegangnya. Di lorong hanya ada kami berdua, aku sangat tegang saat itu. "Mas, jangan merokok ya, aku engga kuat bau asap rokok," sambil menatapku dengan penuh manja. "Memang suami Ibu tidak merokok?", tanyaku. "Engga dong, aku dan suami hidup sehat," jawab Bu Tamara. Terlihat dari badan Bu Tamara, dia tipe wanita yang rajin berolahraga. Akhirnya niat untuk merokok aku batalkan. Aku lebih memilih untuk ngobrol lebih dekat dengan bu Tamara, karena selama ini obrolan kami hanya seputar pekerjaan saja. Diapun menunjukan foto suami dan kedua anaknya. "Keluarga yang harmonis", kataku dalam hati.