Aku akui, sejak adanya Berliana, waktuku untuk bertukar pesan dengan bu Tamara menjadi berkurang. Selain padatnya pekerjaan, tak bisa kupungkiri bahwa kehadiran Berliana membuatku nyaman dan sejenak melupakan bu Tamara. Dari ketiga anak pkl tersebut, aku hanya menyimpan kontak Berliana. Dan aku lebih sering meminta Berliana untuk membantu pekerjaanku.
"De, teman - teman kamu suka berpikiran negatif tidak? Soalnya kakak lebih sering panggil kamu untuk bantuin kerjaanku?" tanyaku. "Engga kok kak, biasa aja" jawabnya datar. "Kalau kakak lihat, kalian tidak terlalu dekat ya?" tanyaku lagi. "Kalo Fandi dan Santi teman sebangku. Sementara aku dan mereka duduk agak berjauhan, jadi pertemananku biasa saja" begitu jawabannya. "Pantas saja kamu terlihat lebih senang ketika bantuin kakak" kataku sambil merapikan berkas. "Iya kak, aku lebih suka di sini" jawabnya.
Selain cekatan, dia juga anak yang bertanggung jawab, sehingga aku lebih suka memilih dia untuk membantuku. Hari sudah sore, anak - anak pkl bersiap untuk pulang. Semenjak aku menolak dicium tangan, mereka hanya pamit dan berjabat tangan saja. Hanya Berliana saja yang suka jahil padaku, dia kadang suka mencium tanganku sebelum pulang ketika aku sedang lengah. Tetapi perlakuan itu hanya dikhususkan padaku. Mereka tetap bersalaman dan mencium tangan Pak John dan staff yang lainnya karena staff lain umurnya lebih tua dariku.
Waktu menunjukan pukul 16:30, aku pun segera bergegas untuk pulang. Segera aku pasang earphone di telingaku, agar perjalananku tak jenuh. Aku selalu mendengarkan lagu dalam perjalanan, tetapi dalam volume yang kecil, sehingga aku bisa mendengar kendaraan sekitarku. Ketika sedang asyik mendengar lagu, tiba - tiba hpku bergetar yang menandakan ada telpon masuk. Segera aku angkat telpon tersebut. "Duh, yang sibuk. Sampai aku dilupain," tanpa salam dan bernada sedikit ketus. "Ehhh Bu Tamara, maaf ya hari ini aku sibuk," kataku. "Sibuk dengan yang baru? Aku juga mau sibuk dengan yang lama ahh. Mentang - mentang sudah ada yang baru. Yang lama dilupain. Besok aku juga mau sibuk ahh dengan pak Hasan. Dari tadi sebenarnya dia bbm aku, tapi aku tidak tanggapi. Besok aku mau bbm-an sama dia aja. Aku juga sudah kangen sama dia," katanya dengan nada yang enteng. "Kalau Ibu engga percaya, Ibu bisa tanya teman - teman yang lain bagaimana sibuknya aku," kataku mencoba menerangkan. "Iya, sudah aku tanya, mereka juga bilang kamu kadang asyik bercanda sama anak pkl. Pasti sama Berliana, soalnya kamu lebih sering sama dia dibanding anak pkl lainnya," jawabnya ketus. Aku tidak bisa mengelak lagi, "iya Bu, aku minta maaf. Aku memang dekat, tapi biasa saja. Aku menganggap dia sebagai adik, dan begitu juga sebaliknya," kataku mencoba untuk menenangkannya. "Ohh jadi kamu sama dia main 'adik - kakak zone', nanti lama - lama kamu suka deh sama dia. Mentang - mentang aku sudah tidak pernah ke kantor!" semakin ketus nada suaranya. "Ibu cemburu? Maaf ya Bu, mudah - mudah besok tidak sibuk, sehingga aku bisa meluangkan waktu buat Ibu," kataku mencoba merayu. "Engga usah repot - repot Mas. Besok aku akan sibuk dengan pak Hasan. Kasihan dia yang sudah berjuang lebih dulu dibanding kamu. Sejak kenal kamu, aku jarang komunikasi dengan dia!" nadanya sangat serius. "Kalau memang aku menjadi pengganggu hubungan kalian, aku mundur. Silahkan lanjutkan, dan aku tidak akan mengganggu. Aku juga tidak pernah melarang Ibu komunikasi dengan pak Hasan," aku pun kesal dengan keadaan ini. "Ya sudah kalau begitu."
Telpon langsung dimatikan begitu saja. Itulah pertengkaran pertama kami. Keesokan harinya, aku tidak mencoba untuk menghubungi bu Tamara terlebih dahulu. Aku sempat melihat bu Tamara upload foto - foto reuni beberapa bulan lalu. Dan di dalam foto itu, terdapat foto pak Hasan. Jujur, aku sedikit cemburu. Dan aku berpikir bahwa ini balasan karena kemarin aku terlalu fokus dengan Berliana. Biarlah, mungkin aku tidak akan bertukar pesan dalam beberapa hari kedepan hingga kondisi kami membaik.