Setiap manusia tak pernah luput dari kesalahan, itu yang saat ini aku lakukan. Selama bulan Ramadhan, aku bekerja sendirian. Melayani nasabah dan para agent. Karena terlalu lelah, aku melakukan suatu kesalahan. Ada satu berkas klaim yang lupa aku urus, sehingga salah satu agent senior bernama Ibu Sri marah padaku karena menganggap aku lalai dalam bekerja. Akhirnya pak John meminta kantor pusat untuk mencarikan aku teman agar dapat membantu meringankan pekerjaanku.
Pada saat itu pak John berhasil membuat sang agent tenang, dan tak lupa aku minta maaf karena kelalaianku. Pak John mengerti betapa banyaknya tugas yang harus emban sendiri. Dia pun tidak memarahiku, hanya menasehatiku agar tidak meyimpan beban sendirian.
Dua minggu telah berlalu, hubunganku dengan Ibu Sri berangsur membaik. Aku pun kedatangan rekan kerja baru. Anak lelaki berusia 18 tahun, dia bekerja sambil kuliah, Toni namanya. Anaknya sopan dan rajin, sehingga mudah untuk mengajarinya. Tetapi entah mengapa perasaanku belum sepenuhnya tenang.
Memasuki awal bulan, kantorku mengadakan rapat bulanan. Hari itu sangat berbeda, tamu sangat banyak, melebihi rapat bulanan pada umumnya. Ternyata pada saat itu ada kunjungan Wakil dari Departemen Klaim dari kantor pusat. Perasaanku sangat kacau pada saat itu, aku takut itu akan menjadi ajang pengaduan para agent kepada para atasan dari kantor pusat.
Aku memang tidak ikut rapat pada saat itu, karena aku sibuk mengajari Toni. Tetapi suara ricuh sempat terdengar dan jantungku berdebar sangat kencang. Rapat berlangsung di lantai 2, sementara aku berjaga di lantai satu. Tetapi suara perdebatan terdengar meskipun tidak terlalu jelas. Akhirnya yang aku takutkan terjadi. Salah satu agent bernama Ibu Kadek memanggilku untuk ikut rapat.
"Mas Kahfi, sibuk tidak? Dipanggil pak John ke atas", kata bu Kadek. "Baik Bu, saya ke atas." Akupun membereskan berkas dan persiapkan mental. Ketika aku sampai di atas, hampir semua mata tertuju padaku. Aku benar - benar merasa terintimidasi. Aku sempat melihat bu Tamara dan mba Desi ikut hadir dalam rapat itu. "Mati aku, mau ditaruh mana mukaku" kataku dalam hati.
"Silahkan duduk Mas, tegang sekali mukanya", kata pak wakil. "Iya Pak", aku hampir tak bisa berkata apa - apa. "Mohon klarifikasi, sebenarnya apa yang terjadi dengan proses klaim ibu Sri?" tanya pak wakil. Akhirnya aku jelaskan tentang kejadian itu. Aku memang sedikit mendapat teguran, aku pun terima akan hal itu. Ketika aku melihat sekitar, banyak sekali mata tertuju ke arahku, seakan menghakimi. "Rasanya sekarang aku tidak punya muka lagi," gumamku dalam hati. Aku pikir masalahku sudah selesai, setidaknya aku tahu satu hal, yang terlihat baik belum tentu baik sepenuhnya. Dan yang memaafkan, belum tentu dia ikhlas memaafkan.
Setelah wejangan beberapa menit, waktu menunjukan pukul 12.30, tentu sudah melewati jam makan teman - teman agent. Rapat dihentikan untuk istirahat, sementara aku dipanggi ke ruangan pak John. Kami ngobrol bertiga dengan pak wakil. Aku pikir aku akan diceramahi kembali, ternyata tidak. Pak wakil dan pak John pun paham, kejadian ini sering terjadi di kantor cabang lain. Para agent merupakan ujung tombak perusahaan, jadi apapun kondisinya kita harus memaklumi mereka. Aku pun diminta untuk tidak mengulangi dan lebih sigap dengan kondisi seperti ini.