Tidurku memang hanya beberapa jam, tetapi rasanya sangat nyenyak. Butuh waktu berbulan - bulan dan banyak pengorbanan agar bu Tamara bisa jujur tentang perasaannya padaku. Pengorbananku tidak sia - sia. Maafkan aku istriku, aku tidak bisa mengontrol keadaan ini.
Tanpa komunikasi lagi, aku dan bu Tamara bertemu di tempat tadi malam lagi. Aku dan dia bermain ombak bersama, tentunya kami tidak berdua, melainkan dengan teman - teman lainnya.
Setelah kurasa cukup, aku menepi untuk beristirahat. Aku masih ada jadwal lain hari ini. Dan aku belum mempersiapkan semuanya.
Melihatku menepi, tak lama bu Tamara langsung berhenti bermain ombak dan segera mendatangiku. Raut mukanya tiba - tiba cemberut. Lalu aku melihat sekelilingku, sepertinya ada yang tidak beres. Dan benar saja, tak jauh dari tempatku duduk, ada mba Desi yang sedang duduk sendirian.
"Kenapa tiba - tiba berhenti main? Pasti kamu ingin menemani mba Desi."
"Kenapa tiba - tiba Ibu bilang seperti itu? Aku saja tidak tahu ternyata ada mba Desi."
"Bohong, kamu pasti ingin mengobrol dengan dia karena dia sedang sendiri." Bibirnya sedikit manyun tak mengurangi paras cantiknya.
"Aku seneng deh kalau Ibu seperti itu. Rasanya aku berpacaran dengan ABG tua."
"Tidak lucu tahu. Aku masih ingin bermain sama kamu. Karena ketika lomba nanti, pasti kamu menghabiskan waktu dengan mba Desi."
"Aku hanya istirahat sebentar kok Bu. Habis ini aku berenang lagi. Iya Bu, tenang saja. Aku akan jaga perasaan ibu."
"Janji ya. Awas saja kalau kamu genit di depan aku. Aku beneran marah sama kamu."
"Kalau Ibu marah, nanti ketika pulang ke Jakarta, aku duduk di samping mba Desi lagi lho."
"Jangan dong Mas, nanti pulangnya aku duduk di samping kamu. Aku ingin menghabiskan waktu dengan kamu."
"Baik Bu Tamara."
Sebelum dia jujur padaku, gengsinya sangat besar. Ketika dia sudah jujur, dia benar - benar menunjukan rasa sayangnya padaku tanda ada rasa gengsi sedikitpun.
Setelah bermain ombak, aku segera bergegas untuk mandi dan mempersiapkan keperluan acara lomba. Mau tak mau aku harus berdekatan lagi dengan mba Desi. Aku akui, sejak kejadian semalam aku sedikit menjaga jarak dengan mba Desi. Tapi aku harus mencoba bersikap natural, seolah tidak terjadi apa - apa karena saat ini kami berdua yang menjadi panitia lomba.
Aku berharap tidak ada yang meledek kami, tapi kenyataannya lain. Chemistry antara aku dan mba Desi terlihat sangat serasi sehingga tak jarang yang menyoraki kami dan menyebut pasangan serasi. Aku dan mba Desi hanya tertawa kecil karena tidak ada rasa diantara kami dan kami sudah mengetahui batasan masing - masing.
Selesai lomba kami bersiap - siap untuk pulang. Aku sempat bingung bagaimana caranya agar bisa duduk di sebelah bu Tamara. Ternyata dia yang mempunyai ide cemerlang, dia memilih tempat terlebih dahulu dan mengatakan bahwa aku sudah memesan tempat duduk, yaitu di sebelahnya. Tak lupa dia membawa tasku agar meyakinkan orang - orang bahwa aku sudah menitipkan tas padanya.
Awalnya aku sempat canggung dan tak banyak bicara, aku pun takut jika ada orang yang mendengar pembicaraan kami. Jadi aku lebih banyak diam. Terlebih aku juga sangat lelah, sehingga tanpa sadar aku tertidur selama 30 menit.
Aku duduk dekat kaca jendela. Ketika ku terbangun, mobil dalam keadaan berhenti di tempat pembelian oleh - oleh. Aku sempat melihat keluar, tanpa sengaja aku melihat mba Desi yang sedang berjalan.
"Aduh, dari tadi fokus banget sih lihat orang yang berjalan di luar." Aku sedikit terbangun dari lamunanku.