Semenjak pulang dari Anyer, banyak perbedaan yang terjadi. Bu Tamara menjadi orang yang posesif. Awalnya aku kurang nyaman seperti itu, tapi setelah diberi pengertian aku paham kenapa dia bersikap seperti itu. Meski sudah aku jelaskan, dia masih cemburu dengan mba Desi, karena memang tidak bisa dipungkiri, komunikasi antara aku dan mba Desi tidak bisa berhenti begitu saja. Agenda kerja yang membuat kami harus selalu berdekatan. Selain itu bu Tamara juga takut aku membalas dendam. Dia akui, sebelum dia mengakui adanya rasa padaku, dia selalu komunikasi dengan pak Hasan.
"Mas, besok Sabtu kamu ada acara? Kita ketemuan yuk. Aku tidak bebas dan waktunya hanya sebentar jika kita ngobrol di kantor."
"Baik Ibu, rencananya mau kemana?"
"Akupun sebenarnya belum ada rencana. Ya sudah, aku tunggu hari Sabtu."
Hari yang ditunggu tiba. Aku mengikuti saja kemauan dia meskipun kami tidak punya rencana apa - apa. Dia menungguku di Dept. Store dekat kantor.
"Hari ini mau kemana Bu?"
"Sudah jangan dipikirkan, kita keluar saja dari sini. Takut ada yang melihat."
Akhirnya kami keluar dari Dept. Store dan kamipun melaju di jalan raya tanpa arah yang jelas.
"Mas, jalan - jalan ke arah Timur yuk. Aku belum pernah ke daerah sana."
"Boleh Ibu. Ibu sudah makan belum? Bagaimana kalau kita cari tempat makan yang enak. Jadi bisa ngobrol dan makan."
"Boleh Mas."
Aku melaju sambil mencari tempat makan yang cocok untuk kami. Kami berhenti di salah satu fast food. Tempatnya masih agak sepi karena masih pagi. Tetapi bu Tamara setuju untuk menghabiskan waktu di sana.
"Kalau boleh tau, kenapa Ibu ingin jalan berdua di hari Sabtu?"
"Aku sedang bosan Mas. Memang kamu engga mau ya jalan sama aku?"
"Mau kok Bu, tapi kita harus mengerti kondisi kita masing - masing."
"Iya Mas aku paham kok. Aku hanya ingin menghabiskan waktu sama kamu. Selama ini aku tidak bebas ngobrol dengan kamu. Dan kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Maaf ya kalau aku menuntut hal yang tidak - tidak sama kamu."