Setiap hubungan tidak selamanya akan berjalan mulus. Terkadang cemburu itu perlu, layaknya bumbu dalam sebuah masakan yang fungsinya untuk melezatkan makanan. Jika takarannya pas, maka masakan yang dihasilkan akan menjadi makanan yang lezat. Tetapi jika terlalu banyak bumbu, rasanya pasti tidak enak. Begitulah yang terjadi akhir - akhir ini pada hubunganku dan bu Tamara. Terkadang kecemburuan kecil menjadi hal yang biasa diantara kami. Setelah berbaikan hubungan kami kembali harmonis.
Aku sadar sebelum kenal dan dekat dengan bu Tamara, ada seorang pak Hasan yang lebih dulu menambatkan hatinya pada bu Tamara. Bu Tamara memang tidak pernah mengatakan bahwa dia suka dengan pak Hasan, tetapi gestur wajah dan tubuhnya mengatakan hal yang sebaliknya.
Sudah lama tidak terdengar kabar dari pak Hasan. Entah bu Tamara yang menyembunyikan atau memang dia tidak pernah menghubungi bu Tamara. Layaknya petir disiang hari, bu Tamara memberi pengakuan yang mengejutkan. Sore itu seperti biasa dia menelponku sepanjang perjalanan.
"Darl, sibuk tidak? Bagaimana pekerjaan hari ini? Lancar?"
"Alhamdulillah lancar darling. Ada apa? Tumben menanyakan pekerjaanku?"
"Apakah mood kamu sedang bagus? Ada yang ingin aku sampaikan, tapi aku mohon pengertian dari kamu."
"Pasti tentang pak Hasan. Silahkan darl, aku coba untuk tidak cemburu."
"Iya darl, sebenarnya kami sudah jarang berkomunikasi. Tadi siang dia bbm aku. Dia mengajak aku pergi ke bioskop. Lalu.."
Belum selesai dia bicara, langsung aku potong omongannya. "Lalu kamu setuju untuk bertemu? Kenapa harus izin sama aku? Lebih aku tidak tahu dari pada kamu izin sama aku."
"Sebentar darling, jangan langsung emosi. Boleh aku jelaskan sebentar?" Kata bu Tamara sambil mencoba menenangkanku.
"Oke, silahkan."
"Pak Hasan memang mengajak aku pergi menonton bioskop berdua saja. Tetapi aku langsung menolak. Aku tidak ingin pergi dengannya. Dia selalu bersikeras hingga aku tak tahu harus berkata apa. Akhirnya aku menyetujui untuk menerima ajakannya, tetapi aku mengajukan syarat. Yaitu aku tidak ingin sendiri. Aku harus ditemani oleh teman - teman lain, yaitu Irma, Veni, dan Rani. Teman satu perkumpulanku. Dengan cara itu dia pasti akan menolak dan tidak jadi pergi denganku."
"Apakah ada jaminan jika pak Hasan tidak ikut? Bagaimana jika dia tetap ikut karena ingin bertemu dengan kamu?"
"Aku mengenal dia darl, kamu tidak perlu khawatir. Aku akan jaga hati aku untuk kamu."
"Aku tidak percaya. Aku merasa ada sesuatu diantara kalian."
"Justru aku sangat percaya sama kamu, aku berani jujur karena aku yakin kamu pun percaya denganku. Kalau aku mau jahat, bisa saja aku pergi dengannya tanpa memberitahu kamu."
Benar juga apa yang dikatakan bu Tamara. Perbedaan umur yang jauh menandakan dia bisa bersikap lebih dewasa. "Maaf ya darl, jika aku langsung terpancing emosi karena kamu menyetujui. Aku hanya takut kehilangan kamu. Kamu memilih kembali padanya."
"Aku harap kamu bisa bersikap bijak padaku. Apa yang kulakukan, semata - mata hanya untuk menolak ajakan dia."
"Iya darling, sebenarnya ada yang mengganjal pikiranku. Aku percaya sama kamu, aku harap kamu jawab pertanyaanku dengan jujur."
"Sebenarnya, kamu ada rasa atau tidak dengan pak Hasan?"
"Tidak darling, rasa sayangku hanya untukmu."
"Selama ini aku masih memiliki perasaan yang mengganjal. Sebelum kita dekat seperti sekarang, apakah kamu memiliki perasaan dengan pak Hasan. Aku harap kamu jawab jujur. Kamu selalu mengatakan bahwa hubungan kalian hanya pertemanan biasa, tetapi gestur wajahmu mengatakan hal lain. Aku merasa ada yang kamu sembunyikan."
"Dulu kami hanya teman SMP, tetapi sejak adanya reuni kami bertukar pin bbm dan no hp. Dia sering menghubungiku. Aku tidak mungkin tak membalas pesan atau tidak mengangkat telpon ketika senggang. Aku takut dia akan berpikiran bahwa aku sombong dan memutus silaturahmi."
"Apakah disini aku saja yang merasa bodoh? Kamu menyimpan beberapa foto dirinya. Kamu pun beberapa kali menunjukan kemesraan di depanku. Dan kamu juga rela telpon berjam - jam dengannya. Jujur, aku merasa sangat bodoh."
"Maaf ya darling, aku mengakui. Tapi jangan mengatakan seperti itu. Sebelumnya aku memang memiliki rasa dengan pak Hasan. Tetapi sejak kenal kamu, aku sadar bahwa yang aku sayang adalah kamu, bukan dia."
"Apakah karena kamu melihat aku dan mba Desi sangat akrab ketika di Anyer? Atau karena kami bergandengan tangan?"