Sepanjang perjalanan pulang bu Tamara lebih banyak diam. Dia sangat terpukul karena aku akan dimutasi. Aku menggenggam tangannya selama perjalanan. Teman - teman agent tertidur selama perjalanan, jadi tidak ada yang tahu kami sedang berpegangan tangan. Dan posisi duduk kami ada di kursi paling belakang. Dia berpura - pura tidur karena takut menitikan air mata. Selama perjalanan, dia pun mengenggam erat tanganku, seakan tak ingin berpisah dan jauh dariku. Aku pun merasakan hal yang sama. Kebersamaan selama ini akan berakhir dalam waktu dekat.
Kami sampai kantor pukul 17:00. Selesai merapikan barang kami bersiap untuk pulang. Bu Tamara dan mba Desi kompak untuk bersikap dingin padaku. Terpancar raut kekecewaan padaku, seakan tidak ingin menyapa. Ketika bu Ningsih bertanya perihal sikap mereka yang sedikit berubah, mereka berdalih lelah dan sudah berjuang secara maksimal, tetapi tidak mendapat hasil yang diinginkan.
Selama beberapa hari, mba Desi tidak menegurku. Dia lebih memilih minta tolong pada Toni dibanding denganku. Begitu pula dengan bu Tamara, kami tetap komunikasi, tetapi tidak intens seperti sebelumnya. Bahkan dia menolak untuk menerima telpon dariku. Hampir dua minggu mereka bersikap seperti itu padaku. Aku pun bingung bagaimana aku harus bersikap. Keputusan di tangan manajemen, dan aku harus menerimanya. Akhirnya aku berinisiatif untuk menghubungi mba Desi terlebih dahulu.
"Assalamualaikum Mba Desi, maaf mengganggu. Boleh minta waktunya?"
"Walaikumsalam. Ada apa Mas?"
"Aku merasa sikapmu agak beda sama aku. Kalau boleh tau, kira - kira aku salah apa?"
"Kamu enggak salah apa - apa kok Mas. Mungkin aku saja yang sensitif. Aku sedikit kecewa dengan keputusan manajemen. Padahal seharusnya aku mendukung keputusan itu demi kelancaran karirmu."
"Kalau boleh tahu, memangnya kenapa jika aku pindah?"
"Aku belum siap kehilangan kamu Mas. Jujur, aku sedikit kesulitan beradaptasi di lingkungan kantor. Tapi semenjak kenal dengan kamu, aku merasa sangat aman. Kamu sering membantuku dalam mengerjakan proyek. Ketika aku melakukan kesalahan, kamu selalu membantuku untuk menyelesaikannya. Jujur, aku sangat sedih untuk membayangkan kamu tidak di kantor lagi. Untuk itu aku tidak berani menunjukan wajahku padamu."
"Terima kasih ya Mba, aku jadi terharu. Aku paham kok apa yang kamu rasakan. Tetapi aku juga tidak bisa menolak dengan apa yang sudah menjadi keputusan. Jangan terlalu bersedih, aku masih di sini selama 2 minggu. Aku harap kita bisa habiskan waktu bersama tanpa adanya penyesalan. Dan aku ingin kamu melepas aku dengan hati lapang."
"Enggak bisa Mas, nanti aku malah nangis."
"Justru aku ingin melihat kamu nangis di depan aku. Selama ini aku melihat sosok wanita yang kuat dan tangguh di dalam diri kamu. Aku engga percaya kalau kamu bisa nangis."
"Jangan dong Mas, aku malu - maluin kalau nangis. Masa kamu tega ingin melihat aku nangis."
"Hehehe, ya sudah kalau begitu. Nanti kita makan es krim lagi ya. Anggap aku tidak akan dimutasi biar kamu engga sedih lagi."
"Iya Mas, aku coba untuk tidak sedih jika bertemu kamu."
"Aku lanjut bekerja lagi ya. Untuk persiapan sebentar lagi pindah kantor."
"Tuhkan diingetin lagi. Aku marah nih sama kamu."
"Bercanda Mba Desi, makanya ke kantor lagi dong, nanti aku belikan es krim."
"Ya sudah, memang rencananya aku ingin ke kantor sore ini. Sampai ketemu ya Mas."
Aku pun melanjutkan pekerjaanku. 1 masalah selesai, tinggal aku menghubungi bu Tamara ketika pulang nanti.
"Assalamualaikum Bu Tamara. Nanti sore sibuk tidak? Aku ingin menelpon ya." Sebelum menelpon, aku selalu pastikan dulu kalau dia tidak sibuk.
"Walaikumsalam, tumben memanggil aku 'Ibu' lagi. Sudah bosan ya sama aku. Apa sudah siap - siap mencari penggantiku."
"Habisnya akhir - akhir ini kamu cuek sama aku."
"Maaf ya darling, aku merasa sedikit terpukul mendengar kabar kamu akan pindah. Apa lagi hari terakhir kamu di kantor adalah ulang tahun kamu. Selain itu aku melihat mba Desi kaget mendengar kamu akan pindah. Pasti kamu akan lebih memilih untuk mendekati dia dari pada aku."