Cinta, Luka, dan Trauma

Dear Deen
Chapter #7

Cerita Mati Suri Bu Aga dan Les Bahasa Jawa

Hari ini, beberapa siswa di kelas kami memiliki jadwal les bahasa jawa di rumah salah satu guru sekolah kami. Sungguh aneh, manusia-manusia yang terlahir di suku jawa ini malah les bahasa jawa. Gimana ceritanya coba? ha ha. Kalau aku pribadi sih, karena dari kecil diberi asupan bahasa indonesia, berbicara juga full dengan bahasa indonesia. Jadi, kurang mahir dalam bahasa jawa.

Padahal, terkadang kakek, ayah dan ibu memakai bahasa jawa. Aku mengerti yang mereka katakan menggunakan bahasa jawa. Tapi, untuk membalas ucapan mereka dengan bahasa jawa juga menurutku cukup sulit karena takut kosa katanya tidak tepat penempatannya.

Seperti biasa, siswa yang mengikuti les bahasa jawa sepulang sekolah nanti adalah Aku, Rosetta, Angga, Lio, Tio, dan masih ada yang lain tidak bisa kusebutkan satu persatu. Yang jelas Axel tidak ikut. Bu Aga nama guru bahasa jawa kami. Ia seorang penganut kristiani taat yang pernah mengalami mati suri.

Dan beliau, dengan senang hati menceritakan kejadian mati surinya itu kepada kami sewaktu kami sedang asyik mengerjakan soal-soal bahasa jawa di rumah les-lesannya. Kurang lebih ceritanya seperti ini.

Waktu itu, bu Aga koma dan berada di ruang ICU rumah sakit. Sampai akhirnya, bu Aga merasa bahwa dirinya bisa melihat dirinya sendiri sedang terbaring di atas tempat tidur. Ia di jemput oleh 4 lelaki berjubah hitam yang raut wajahnya tidak terlihat karena mereka membelakangi bu Aga. Salah satu dari mereka sedikit menoleh ke arah Bu Aga dan mengucapkan "Ayo, ikuti kami". Bu Aga pun menuruti perintah mereka, dan berjalan menuju ke luar ruang ICU.

Betapa terkejutnya ia, pintu ruang ICU yang tertutup itu, berhasil dilewatinya dengan menembus pintu. Tentu saja bu Aga tidak menyadari bahwa yang berjalan adalah rohnya yang tidak disertai jasad. Bu Aga sempat bertemu beberapa suster dan ketika ia berpapasan dengan suster-suster itu, ia menyapanya.

Namun, tidak ada satupun suster yang melihatnya. Bu Aga semakin terheran-heran, sampailah ia di depan bangunan rumah sakit. Tiba-tiba di depan bangunan rumah sakit bukan lagi jalan raya, melainkan gurun dengan dua jalan yang bercabang dan berbeda arah. Yang satu ke kanan dan satunya lagi ke kiri.

4 Lelaki berjubah yang berjalan di depan bu Aga tadi, tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Dan bu Aga bingung harus memilih jalan yang mana. Mau kembali ke ruang ICU, namun dia tidak bisa. Akhirnya melanjutkan perjalanannya menuju ke jalan di sebelah kanan. Karena, bu Aga percaya kalau kanan itu identik dengan kebaikan.

Setelah mengambil arah kanan, ia berjalan dan sampailah pada lapangan yang sangat luas berwarna hijau dan tumbuhi rerumputan. Ada banyak orang disana, tapi mereka saling tidak mengenali satu sama lain. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Sampai akhirnya, ia dihampiri oleh seorang pria berjubah putih dan mengajaknya ke suatu tempat.

Bu Aga merasakan gelap mulai menyapa pelupuk matanya.

"Aku mau dibawa kemana? kenapa gelap sekali?" tanya bu Aga kepada lelaki itu

"Sudah ikut saja, nanti kamu akan tau" ucap lelaki itu

Bu Aga semakin merinding setelah ia melihat adanya cahaya yang bukan berasal dari lampu melainkan bara api. Suara teriakan-teriakan manusia meminta tolong juga mulai terdengar.

"Coba kamu tengok ke kanan" ucap lelaki itu

"Hah? ular? astaga Tuhan! kenapa masuk dari mulut dan keluar melalui kemaluan" ucap bu Aga

"Kamu tahu, mereka adalah para pezina selama masih hidup. Ia enggan menjaga kehormatannya. Dan ular itu tidak akan berhenti menyakitinya sampai hari pembalasan datang" ucap lelaki berjubah itu.

"Coba tengok ke kiri. Apa yang kamu lihat?" ucap lelaki itu

Lihat selengkapnya