Balikpapan, tahun 2011.
Cerita berawal dari gue mulai memasuki masa putih abu-abu. Masa dimana gue sedang mencari jati diri. Ditahun ini gue cukup bingung mau jadi apa. Pernah karena ingin terlihat keren, gue bentuk sebuah band dimana gue menjadi seorang drummer. Tapi entah kenapa setiap band kita ikut festival band, kita gak pernah menang sama sekali. Hingga pada suatu hari gue sakit dan posisi gue sebagai drummer harus digantikan. Pada saat itulah band gue bisa memenangkan sebuah kompetisi. Oke, akhirnya temen-temen band gue sadar, masalahnya bukan di bandnya. Masalahnya ada di gue. Entah gue bawa sial untuk band ini atau emang gue cupu, akhirnya gue dikeluarkan dari band gue.
Setelah gue keluar dari band gue melihat ada pengumuman penerimaan tim basket sekolah untuk kejuaraan antar sekolah. Tanpa pikir panjang gue memutuskan untuk ikut. Tapi ternyata tidak sesuai ekspektasi gue. Didalam tim gue malah di-bully karena gak pernah dapat bola. Katanya loncatan gue kayak kakek-kakek lagu asma. Yaudah, ternyata basket bukan jati diri gue.
Entah kenapa gue mikir kalau Tuhan mentakdirkan gue untuk tidak pernah terlihat keren. Apalagi tinggi badan dibawah rata-rata. Sudah semakin hilang harapan gue untuk terlihat keren.
“Sepertinya gue akan melewati masa SMA dengan biasa-biasa aja, tidak akan ada yang spesial.” kata gue dalam hati sambil meratapi nasib gue yang terlahir dengan tinggi badan dibawah rata-rata ini.
Pukul 11.45. Saat itu guru biologi tengah menjelaskan, tiba-tiba kakak kelas meminta izin untuk menyampaikan informasi.
“Apaan lagi sih ini? Paling juga minta sumbangan atau jual risoles buat dana pensi.” pikirku dalam hati.