Sepeninggal Arga dari kafe itu, Nayla tak bisa tenang. Langkah pria itu, senyumnya, bahkan caranya menyebut namanya—semuanya terasa seperti pisau yang menggores kembali luka lama.
Ia berjalan cepat menuju apartemen kecilnya di daerah Dago. Hujan kini turun lebih deras, membasahi jaket dan rambutnya. Tapi ia tak peduli. Hatinya jauh lebih basah oleh rasa yang selama ini ia kubur dalam-dalam.
Begitu sampai di kamar, ia duduk di pinggir ranjang, lalu membuka laci meja kecil di samping tempat tidur. Di dalamnya, masih tersimpan kotak kayu kecil. Tangannya gemetar saat membukanya. Di dalamnya ada foto lama, tiket bioskop, dan sepucuk surat yang tak pernah dikirimkan.
Surat itu ditulis lima tahun lalu. Hari ketika Arga meninggalkannya tanpa penjelasan.
> "Arga… kenapa kamu pergi begitu saja? Aku butuh penjelasan. Aku butuh kejujuran, bukan kepergian."