Langit Bandung masih kelabu ketika Nayla terbangun dari tidurnya. Mimpi semalam membawanya kembali ke masa lalu—masa ketika senyum Arga adalah cahaya di hidupnya. Ia menatap langit-langit kamar, lalu memejamkan mata sejenak. Kenangan itu begitu jelas, seolah baru kemarin terjadi.
Empat Tahun Lalu – Jakarta
Matahari senja menghangatkan wajah Nayla yang duduk di bangku taman kampus, menanti seseorang yang selalu datang tepat waktu. Arga, dengan senyum malasnya dan langkah tenang, datang membawa dua gelas es teh manis.
"Untuk wanita paling cerewet yang pernah kutemui," canda Arga sambil menyodorkan minuman.
Nayla mengerucutkan bibir, lalu tertawa. “Dan untuk pria paling menyebalkan yang entah kenapa bikin aku nyaman.”
Mereka duduk bersebelahan, saling menggoda, tertawa, dan bercerita tentang masa depan. Nayla ingin jadi penulis, Arga ingin membuka studio desain sendiri. Semuanya terasa begitu mungkin… hingga suatu hari, Arga mulai berubah.