Kafe itu masih sama seperti beberapa hari lalu—hangat dan tenang. Hanya saja hari ini, suasananya berbeda. Tak ada lagi kebetulan. Tak ada lagi sapaan basa-basi. Hari ini Nayla datang untuk mendapat jawaban.
Arga sudah menunggu di sudut ruangan, duduk dengan gelas kopi yang tinggal separuh. Saat melihat Nayla melangkah mendekat, ia langsung berdiri.
"Nayla…" Suaranya berat.
Nayla duduk dengan tenang, meski jantungnya berdegup tak karuan. "Langsung saja, Arga. Aku nggak butuh basa-basi."
Arga mengangguk pelan, menghela napas panjang. “Waktu itu... aku nggak pergi karena aku bosan. Atau karena aku berhenti mencintaimu.”
“Lalu?” Nayla menatapnya tajam.
“Ayahku terkena stroke, mendadak. Usaha keluarga bangkrut. Aku harus pulang ke kampung dan ngurus semuanya. Aku bahkan harus berhenti kuliah tanpa sempat bilang kamu…”