Introductio Fabula
NOVEL ini berkisah tentang pergulatan batin seorang tokoh wanita bernama Funan yang hidup pada akhir tahun 1700an hingga awal tahun 1800an. Pada masa itu, budak adalah salah satu komoditas perdagangan di Hindia Belanda dan dijalankan dengan cara-cara yang tidak manusiawi.
Namun jauh sebelum itu, perdagangan budak telah berlangsung lama. Yang paling masif terjadi adalah pada tahun 1641, ketika Sultan Mudaffar dari kerajaan Tallo-Sulawesi menginvasi kerajaan Larantuka dan juga pulau Timor. Mudaffar menangkap sebanyak 4.000 orang dan menjual mereka kepada VOC Belanda sebagai budak[1]. Aksi ini mendapat perlawanan dari gabungan Portugis hitam[2] dan kerajaan Amanuban yang berhasil mengusir sang-Sultan beserta pasukannya ke luar pulau pada tahun itu juga.
Seiring waktu, pola perdagangan budak semakin meningkat dan tentu saja Batavia[3] merupakan pusat perdagangan budak. Pasar-pasar budak (Slavenquartiers) umumnya dibangun dekat pasar hewan dan sering juga dilakukan pelelangan budak.
Pelelangan budak yang paling terkenal adalah ketika Sophia Francina Westpalm meninggal dunia. Westpalm merupakan janda dari Reiner de Klerk seorang Gubernur Jendral VOC di Batavia[4]. Banyak harta yang ditinggalkannya termasuk 181 orang budak yang kemudian pada 28 januari 1786 budak-budak ini di lelang seperti barang[5].
Sebagaimana yang terjadi di daerah lainnya, pulau Timor juga tidak luput dari perdagangan budak. Emanuel Francis seorang Resident Kupang, dalam laporannya “Timor in 1831” menyebutkan bahwa harga barter satu buah senapan adalah satu orang budak atau satu ekor kuda atau satu pikul (62,5 kg) lilin lebah[6].
Selain barter, budak juga diperoleh melalui penjarahan. Salah satu contohnya adalah pada tahun 1760an ketika David Schrijver - seorang burgher Belanda menjarah penduduk kampung Bikolen di kerajaan Amabi, bagian timur Kupang. Dia beralasan Fetor[7] Willem mengelak dan tidak membayar hutangnya, sehingga Schrijver berhak menjual penduduk yang dijarahnya itu ke Batavia sebagai budak[8].
Begitu juga di koloni Portugis. Gubernur Portugis bernama Nogueira, dalam suratnya mengeluh karena sering juga para rohaniawan ikut terlibat perdagangan budak yang menurut Nogueira mereka seharusnya mencegah praktik ini[9].
Latar belakang peristiwa
Latar belakang novel romansa ‘Cinta menembus batas’ adalah tentang kisah cinta Funan yang dibumbui oleh perang dan isu perdagangan budak. Berkisah tentang kegelisahan Funan, seorang wanita bangsawan Timor yang menjalani kehidupan di kota Kupang akibat berkecamuknya perang yang menghantui kota Kupang. Dua konflik besar yang berkecamuk saat itu telah meruntuhkan semua impian Funan.
Pertama adalah kecamuk perang Napoleon yang terjadi di Eropa ternyata merembet hingga ke Hindia Belanda yang mengakibatkan dia harus kehilangan suaminya.
Peristiwa ini terjadi ketika Napoleon Bonaparte memutuskan menduduki negeri Belanda yang akhirnya memaksa Inggris sebagai musuh utama Prancis untuk merebut wilayah Belanda termasuk Hindia Belanda. Dalam pertempuran di laut Jawa antara armada angkatan laut Inggris dan armada angkatan laut Belanda pro Prancis, suami Funan bernama Sersan Alfred Whitcome, dinyatakan hilang.
Situasi sulit kedua yang dihadapi Funan adalah perang yang dilancarkan Kusa Louis Nope, raja dari Amanuban yang juga adalah sepupu dari ibu Funan itu sendiri. Raja Louis mencetuskan perang melawan perbudakan Belanda dan secara kontinyu Louis menyerang pusat kedudukan Belanda di kota Kupang. Perang ini akhirnya berdampak pada meredupnya bisnis Funan sehingga Funan sangat kecewa terhadap Louis Nope pamannya sendiri.
Kerajaan Amanuban itu sendiri terletak jauh di pedalaman pulau Timor + 80 Mil dari Kupang yang bebas merdeka serta memusuhi Belanda sejak lama. Meskipun pernah menjadi sekutu VOC Belanda untuk sebuah periode pendek (1749-1770), Amanuban kembali memerangi Belanda saat Tubani ayah Louis menyatakan Amanuban bebas merdeka dari pengaruh Belanda dan Portugis.
Catatan tentang Louis
Dalam novel ini kita akan menemukan nama-nama tokoh seperti kaisar Prancis Napoleon Bonaparte dan juga Louis Nope Keizel[10] Amanuban. Apabila Napoleon Bonaparte telah terkenal, maka Louis Nope belum dikenal banyak orang. Namun, bukan berarti kehidupan Louis terluput dari catatan dunia. Berikut ini ringkasan tentang dia.
- Phillip King – (Kapten Inggris) tahun 1818 dalam bukunya “Narrative of Survey of the intertropical and western Coast of Australia” (terbit tahun 1822) menulis demikian: “Louis adalah seorang pemimpin yang tangguh, akhir-akhir ini sangat merepotkan dan tidak begitu mudah ditundukkan.
Tidak lama sebelum kedatangan kami (di Kupang), dia telah melakukan penyerangan (ke Kupang) dan Mr. Hazaart telah mengumpulkan kekuatan untuk menentangnya serta mengusirnya kembali. Tentang Louis ini dalam deskripsi Hazaart kepadaku, dia dirujuk dengan sebutan Bonaparte.
Untuk memberi perlindungan kepada raja-raja dalam upaya melawan Louis, Belanda mewajibkan setiap raja sekutu untuk membawa upeti tahunan yang jumlah bersihnya lebih dari 10.000 rix dollar”.
- Cornelis W. Knibbe (Gubernur Inggris di Kupang) dalam suratnya tanggal 29 Maret 1812 kepada atasannya Kapten Richard Phillips di Makassar : “para raja disini tidak banyak membantu keuangan koloni, namun mereka menawarkan kepada kita pada satu-satunya bantuan yaitu peperangan melawan raja yang paling memberontak yaitu (Louis) Raja Amanubang yang untuk menghadapinya kita harus bertindak hati-hati. Saya atas nama pemerintah Inggris beberapa hari lalu telah mengirim utusan untuk menyatakan kepada Louis Amanuban tentang penguasaan Pemerintah Inggris atas tanah ini dan berharap menyadarkannya namun dia menolak. Untuk itu saya telah meminta salah satu kaisar terbesar di pulau ini yang mungkin sekarang dalam perjalanan kesana (Amanuban) untuk memeranginya atas nama Pemerintah”.
- Louis de Freycinent (Perwira AL Prancis) tahun 1818 dalam bukunya “Voyage autour du monde” (Paris : Pillet Ainé, terbit 1825) : “Perang yang dilancarkan melawan penguasa Amanuban mengharuskan Belanda mendirikan kamp militer yang agak besar di dekat Kupang. Louis Amanuban kepala kerajaan yang terkuat dan terkaya yang sebelumnya di bawah pengaruh Belanda yang lelah atas dominasi tirani sehingga ia dan rakyatnya telah membangkitkan semangat kemerdekaan.
Pendidikannya dimulai di Kupang, di mana dia dibaptis; namun, ke Batavia sendirilah dia pergi untuk menambah pengetahuannya sehingga kemampuan alaminya membuatnya penuh dengan semangat dan hal inilah yang akan menjadi sangat menyakitkan bagi para penindas di negerinya. Dia memiliki 6.000 pejuang sedangkan Hazaart memiliki 10.000 orang”.
Ekspedisi pertama Inggris (tahun 1815) untuk melawan Louis tidak membuahkan hasil yang berarti. Pada tahun berikutnya, tentara sekutu kembali ke medan tempur. Karena ingin mengambil risiko pertempuran, mereka akhirnya mengalami kegagalan penuh kerugian yang besar sehingga pasukan Inggris terpaksa melarikan diri dari pertempuran. Kerugian Inggris dan sekutunya berjumlah 80 orang, sedangkan pasukan raja [Louis] hanya kehilangan enam orang tewas serta tiga yang ditawan dan sesuai dengan kebiasaan di pulau itu, mereka dipenggal.
- Jacques Etiene Arago (seniman – Perancis) tahun 1818 dalam bukunya berjudul “A Narrative Voyage Round The World” (terbit di Paris 1823) : “Kami tiba di Kupang pada saat yang kurang tepat untuk menilai koloni ini. Sang Gubernur, mengepalai tentara berjumlah sepuluh ribu orang, bersiap melawan usaha berani dari seorang raja bernama Luis. Senjata para prajurit Louis adalah senapan, gada, tombak, kelewang. Keberanian mereka sangat menakjubkan, serta kepandaian pemimpin mereka, membuat mereka menjadi musuh yang sangat tangguh.
Selama masa perlindungan dan dorongan olehnya, dia (Louis) telah menarik sejumlah besar orang-orang ternama dan pekerja-pekerja cakap yang dengan sentuhan seni telah melahirkan perdagangan dan industri.
Louis dari Amanuban sebagai pemimpin segelintir pasukan yang sepenuh hati mengabdikan diri untuk kepentingannya, dia tampaknya tidak takut pada begitu banyak musuh yang bergabung. Dia (Louis) akan terus bertarung di bawah bayang-bayang sekalipun panah-panah dari musuh-musuhnya menggelapkan matahari.
Tangannya yang penuh kemenangan dan kejayaan telah membawanya ke pintu gerbang Kupang dimana, tujuh tahun yang lalu (1811), dia menyebarkan teror, setelah membakar beberapa bangunan, diantaranya rumah Resident.
Sekali lagi dia menyatakan dirinya independen dan didalam kepemimpinananya dia memililiki 6.000 prajurit, dua pertiga dipersenjatai senapan dan menunggang kuda. Para prajurit Louis terikat kesetiaan kepadanya dengan penuh rasa terima kasih.