Sebagai laki-laki aku punya tanggung jawab untuk melindungi perempuan. jadi aku bersikap so berani. Padahal memang aku tau, rute jalan menuju rumah Vie itu melewati hutan. Untuk melupakan rasa takut aku sengaja selalu membuka percakapan sepanjang perjalanan. Motornya ku pacu sedikit kencang.
Sesampainya di rumah Vie, aku agak sedikit deg-degan. Aku menghela nafas pelan. Mempersiapkan diri untuk dimarahi oleh mamahnya Vie. Bahkan bisa jadi situasi lebih buruk jika memang kakak Vie ada di rumah.
Vie memutar kunci pintu depan pelan-pelan. Sepertinya orang-orang rumah sudah terlelap. Aku bernafas berlahan. Pintu terbuka. Vie masuk duluan untuk kemudian membuka pintu samping. Aku mencoba meraba kedalam rumah dengn telinga. Agak lama. Masih tetap tak terdengar apa-apa. Sepertinya aman. Tidak ada yang terbangun.
Sebentar kemudian, Vie membuka pintu samping. Pelan pelan aku mendorong motor masuk melalui pintu itu. Vie menyalakan lampu. Aku tempatkan motor itu dengan baik dan benar secara pelan-pelan di ruangan samping. Vie menutup kembali pintu dan menguncinya lagi pelan-pelan.
“Ka, laper gak?” Vie berbisik.
“Masih kenyang.” Aku pun berbisik.
“Minum?”
“Boleh.” Aku duduk di sofa, di ruang tengah.
Tidak berapa lama Vie datang membawakan aku segelas air. Aku membuka jaket dan menyimpan tas di sofa. Aku menyusunnya untuk ku jadikan bantal. Vie masuk kekamarnya. Aku meneguk air yang barusan disediakan oleh Vie. Vie keluar dari kamar. Aku merebahkan tubuhku di sofa.
“Ka, liat!” Vie menunjuk sepasang sepatu kulit yang mengkilap. “Ka, Asep ada di rumah.”
“Biarinlah. Gimana nanti aja.”
“Gak takut?”
“Nggak…!”
“Ya udah, aku tidur ya.”
“Oke. Met, bobo.” Aku tersenyum padanya.
Setelah membalas senyumku Vie masuk ke kamarnya. Aku berbaring di sofa menyamankan diri. Namun baru saja beberapa menit, Vie keluar lagi dari kamar.
“Ka, tidur di kamarku aja yuk!” Bisik Vie.
Aku kaget mendengar itu.
“Gila lo, Vie...!”
“Dari pada nanti pagi-pagi kamu di damprat sama ka Asep.”
“Tapi kan Vie...”
“Kamu keras. Ka Asep juga keras. Aku gak mau ada keributan.”
“Kalo ka Asep tau, ributnya tambah parah.”
“Gak bakal tau. Kamu bangun siang aja.”
“Tapi...”