Siang itu kamu tidak pulang sekolah karena ada latihan basket. Sambil menunggu pelatih dan anak yang lain datang, kamu tidur di lapangan basket seperti biasa. Sekitar jam tiga sore anak-anak mulai berdatangan, tapi hari itu pak Yosi tidak datang hingga kalian hanya berlatih seadanya.
Menjelang sore sekitar jam empat, kawanan anak marching band yang berlatih setiap hari rabu mulai membunyikan alat-alatnya dan akan berjalan mengelilingi lingkungan sekolah Pemimpin yang luas. Ketika anak-anak basket sedang beristirahat karena biasanya marching band mengelilingi lapangan basket, kamu masih berlatih jump shoot di depan ring basket. Kamu yang asik berloncat-loncat memasukan bola basket ke dalam ring, tiba-tiba terhentikan saat melihat rombongan marching band yang dikawal oleh mayoret tiba di lapangan basket.
Dung durundung dung durundung, dung durundungdungdung!
Kamu menatap mayoret yang memainkan tongkatnya dengan lihai sambil tersenyum manis padamu. Kamu kentara mengerutkan kening tidak percaya gadis hitam manis itu bisa bermain tongkat mayoret. Senyumannya yang lebar dan tatapan matanya yang bersinar padamu, tangannya terus berputar memainkan tongkat.
Rombongan marching band itu pun selesai berlatih dan beristirahat di lapangan basket dengan meletakkan peralatannya di dekat lapangan basket. Gadis berkulit hitam manis itu berjalan sambil membawa tongkatnya menghampirimu. “Ka Harrel… aku tidak menyangka kita punya jam ekschool di hari yang sama,” ujarnya berdiri di depanmu.
Kamu terheran melihat dia. “Sejak kapan kamu masuk marching band, Na?”
“Sejak hari ini dan aku langsung menjadi mayoretnya karena mayoret sebelumnya keluar pindah sekolah.”
Kamu masih memegang bola basket. “Tapi, ko kamu sudah bisa memainkan tongkat itu?” tanyamu ingin tahu.
“Waktu SD, aku dan Peni masuk marching band sekolah, karena Peni tahu aku bisa menjadi mayoret dia mengajakku kembali main marching band dan ka Luna menunjukku jadi mayoretnya,” ungkap Diana.
Kamu mulai memainkan bola basket di tanganmu lagi, mendribblenya secara pelan. Kamu bertanya, “memang kamu dulu sekolah SD di mana?”
Diana tersenyum. “Aku sekolah di SD negri 1.”
“Ha! Sekolah itu kan yang selalu menampilkan marching band di upacara agustusan kan?”
“Kaka tahu sekolahku!”
“Ya iyalah! Aku kan anak SD negri 5 yang suka ngajak SD negri 1 bermain sepak bola. SD kamu itu saingan yang berat,” ungkapmu penuh semangat.
Diana terkekeh dan ternyata mungkin kalian pernah bertemu sebelumnya karena waktu Diana kelas V, dia menjadi mayoret saat upacara 17 agustus. Saat kamu duduk di kelas VI.
Selanjutnya, kalian berdua duduk bersama di pinggir lapangan basket untuk istirahat. Dia duduk bersila di samping kananmu, sedangkan dirimu duduk sambil meluruskan kaki supaya tidak kram setelah latihan basket.
Tanganmu meraih tas kecil dan mengambil sebotol air putih di dalamnya. “Kamu mau minum Na?” Kamu menjulurkan sebotol air minum milikmu pada Diana.
Diana meraih minuman dari tanganmu. “Ma kasih Ka! Aku memang haus!”
Kamu yang melihat Diana minum dengan semangat tersenyum sambil meyangga tubuhmu dengan kedua tangan yang kamu gunakan untuk peyanggah ke belakang. “Kenapa kamu tidak masuk club cheers saja Na?” Tiba-tiba kamu bertanya semacam itu.
Jika Diana masuk chirs, dia bisa ada di dekatmu setiap kamu bermain basket. Apa kamu mulai membayangkan ingin bersama Diana terus?
Diana segera menghentikan minumnya dan menutup botol minuman itu. “Dulu sih sempat kepikiran, tapi aku tidak bisa melakukan dance ala pom-pom seperti itu,” jawab Diana terkekeh sambil memainkan botol minuman di tangannya.
“Kan bisa latihan,” sahutmu bersanggah.
“Iya sih! Tapi sepertinya aku memang tidak berbakat untuk menjadi cheerleader!”
Mmm… kamu pasti mulai berpikir yang tidak-tidak. Mungkin saja Diana waktu itu malu masuk club cheers karena ada dirimu. Kamu tahu! Diana tidak sanggup berdiri di depanmu lama waktu itu, jadi kemungkinan besar karena masalah itu. Sebenarnya Diana sempat mendaftarkan diri masuk cheerleader waktu kelas VII. Tapi karena tahu kamu salah satu anak basket, Diana mengundurkan diri. Memikirkan kebodohannya itu Diana pun mulai menundukkan kepalanya.
“Kamu kenapa Na?” Tidak sadar kamu memperhatikan Diana yang seolah sedang memikirkan penyesalannya.
Diana langsung mengangkat kepalanya dan tersenyum ceria di depanmu. “Tidak apa-apa ko Ka!” jawab Diana membuatmu tertegun. “Oh ya, aku balik ke teman-temanku dulu ya!” tambah Diana langsung berdiri dan lari menyusul teman-temannya yang keluar dari lapangan basket.
Itu berarti latihan marching band sudah bubar. Kamu masih duduk dan melihat Diana yang lari meninggalkanmu. Matamu tidak berkedip melihatnya seolah menunggu Diana berbalik badan dan melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan. Tapi sayangnya wajah Diana memerah malu dan tidak berani membalikkan badannya seolah dirinya yang dulu, kembali lagi. Diana takut untuk menatapmu. Kasihan sekali, kamu sudah mengharapkan pastinya.