Hari ini adalah kali pertamanya aku berangkat ke sekolah baru. Sekolah ternama di Pati, Jawa Tengah yang menjadi idaman para siswa, yaitu SMA Negeri 1 Pati. Senang rasanya aku bisa diterima di Castrajayecwara. Awalnya aku merasa minder karena kebanyakan anak-anak yang sekolah di sini berasal dari keluarga berada. Namun, segera kusingkirkan rasa minder itu, toh itu harta orang tuanya bukan harta mereka sendiri. Kita masih sama-sama miskin juga.
Kukepang rambut panjangku menggunakan pita merah putih menjadi dua. Kemudian, kugendong tas kuningku yang terbuat dari plastik kresek bertali rafia dan tak lupa kaos kaki yang panjangnya 20 cm di atas mata kaki. Aku masuk di kelas gugus cokelat, duduk sebangku dengan salah seorang teman yang almamater SMP-nya sama denganku. Sebenarnya kami tak cukup saling mengenal sebelumnya, namun memasuki SMA yang sama memaksa kami untuk mengeratkan diri satu sama lain.
Kak Yova, Kak Rosyid, dan Kak Bella adalah deputi yang membimbing gugusku. Deputi adalah sebutan untuk kakak pembimbing gugus. Setelah mendapat arahan dari ketiga deputi nan baik dari masing-masing gugus, seluruh siswa Masa Orientasi Peserta Didik Baru atau disingkat MOPDB berkumpul di Gedung Kridangga untuk diperkenalkan dengan lingkungan sekolah dan kegiatan apa saja yang ada di dalamnya. Gedung Kridangga merupakan gedung serbaguna di smansapa.
Di sela-sela pengenalan sekolah, kami diberi waktu dua kali istirahat. Bukan seperti istirahat yang biasa anak sekolah lakukan, pada waktu istirahat kami berlarian meminta tanda tangan DPK, Deputi, dan Presidium sesuai jumlah yang telah ditentukan oleh panitia MOPDB. Kuperkenalkan DPK adalah Dewan Pengawas Ketertiban yang terkenal taringnya, sedangkan Presidium adalah panitia tengah-tengah antara Deputi dan DPK yang berkedudukan di atas mereka.
Kalau hanya minta tanda tangan ke deputi sama presidium sih mudah saja asal sabar nunggu antrean, tapi minta ke DPK… huh, pengen kusenter pengecil deh tuh DPK. Apalagi yang namanya kak Sonya, super duper nyebelin banget. Masak nih ya, aku bolak-balik sampai lima kali nggak dikasih-kasih tanda tangannya. Entah apa salahku juga nggak tau, mengeluarkan sepatah kata pun tidak.
“Masih mending Kak Sonya ada yang dikasih tanda tangan. Lhah ada yang lebih parah lagi tahu, Ra.” Kata salah seorang teman gugusku bernama Risya yang mendengar keluhanku pada Kak Sonya.
“Ha???? Masih ada yang lebih nyebelin lagi? Ampun deh, aku nggak mau minta ke dia. Siapa emangnya sih namanya?”
“Kak Wisnu.”
“Yang mana sih orangnya?”
“Ituloh yang kulitnya em maaf maaf nih ya, cokelatnya sampai legam. Terus, agak berisi dan nggak terlalu tinggi. Bentar-bentar kucariin.” Mata Risya menyisir seluruh halaman Gedung Kridangga dan lapangan basket di depan gedung. “Nah itu, tuh! Yang melipat tangan di bawah ring basket.”
“Oh, ituu.... emang terlihat galak sih.”
Risya berlalu begitu saja meninggalkanku, mengejar Presidium yang lewat di depan kami untuk dimintai tanda tangan.