Latihan kini mulai gencar dilakukan untuk persiapan menuju POPDA pencak silat. Banyak sekali atlet yang diajukan untuk bertanding dari perguruan kami. Sabtu pagi aku menuju ke Gor Pesantenan Pati. Sesampaiku di sana, Gor masih terlihat sepi belum terlihat hiruk pikuk perlombaan. Aku putuskan untuk menunggu teman-temanku di bawah pohon rindang.
Kukirim pesan pribadi ke Abid, Sela, Aska, Mia, dan Kania agar mereka segera berangkat. Aku juga mengirim pesan ke grup. Tak begitu lama kumenunggu satu-persatu temanku mulai berdatangan menghampiriku. Kami mengenakan kaos tim berwarna putih dan bertuliskan pencak silat yang kami buat sebelumnya agar terlihat kompak.
“Adek SMA 1 Pati ya?” Tanya seorang wanita muda berjilbab kepadaku.
“Iya, Mbak.” Sahutku dengan wajah bingung.
“Mas Yunaefi udah pernah cerita tentang saya belum?”
“Oh, belum Mbak.”
“Kenalkan saya Merlin, nanti saya yang akan menjadi official kalian.” Katanya seraya mengulurkan tangan padaku.
“Yaudah kita masuk yuk, Mbak.” Ajakku padanya.
Dia membalasku dengan senyuman. Aku dan Mbak Merlin beserta teman-temanku berjalan mendekati pintu masuk Gor. Kami cepat sekali akrab, tak kukira ternyata dia juga alumni Spenzari atau lebih dikenal dengan SMPN 1 Wedarijaksa.
Menit demi menit cepat sekali berlalu, kabut merah telah menyelimuti gedung olahraga. Kami diberi waktu hingga isya’ untuk beristirahat. Aku, Kania, dan Mia berjalan kaki menelusuri jalan berharap segera sampai di depan rumah Aska. Abid pulang ke rumah Sela. Sedangkan teman-teman yang cowok kembali ke basecamp. Mbak Merlin pulang ke rumah. Kaki yang berontak kuajak jalan tak kuhiraukan, tetap kuteruskan langkahku hingga sampai di depan rumah megah bercatkan warna merah yang tak salah lagi adalah rumah Aska. Kami sejenak mengistirahatkan kaki yang sudah gontai, kemudian segera mandi dan melaksanakan sholat magrib.
Petang sudah membayang, namun aku tak kunjung bertanding juga. Jadwal pertandinganku berlangsung besok pagi. Tidak mengikuti UTS hari ini menjadi sia-sia bagiku. Tapi tak apalah ibarat pepatah ‘sedia payung sebelum hujan’ daripada aku terdiskualifikasi karena nggak ada di tempat ketika jadwalku bertanding sudah muncul.
Kami kembali ke tempat masing-masing yang telah kami singgahi tadi. Aku tidur di atas kasurnya Aska, sedangkan Mia dan Kania memilih tidur lesehan dengan karpet dan kasur lantai. Mereka berdua tertidur pulas, namun tidak denganku. Aku tidak bisa tidur, lalu aku berdzikir hingga terlelap. Sayangnya tak berlangsung lama, aku terbangun dari tidurku. Kulihat jarum jam menunjukkan pukul dua malam. Karena mataku sulit untuk kuajak berkompromi aku langsung beranjak dari tempat tidur yang dipinjamkan Aska kepadaku. Walaupun nampak remang-remang karena tak berani menghidupkan lampu takut yang lain terbangun, aku langkahkan kakiku menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Kubasuh mukaku dengan air jernih yang memancar dari keran. Keheningan malam menusuk kalbu menambah kekhusyukan salat malamku. Kupasrahkan semua dalam sujud terakhirku. Kucurahkan semua kegelisahanku kepada Sang Pencipta langit dan bumi. Air mataku menjulur ke lantai seketika. Kusampaikan kepada Allah SWT agar aku diberikan ridhonya dalam bertanding di gelanggang. Kulipat kembali mukenaku dan kembali menutup mataku untuk sejenak.
Rasanya tidak lama aku mencoba kembali tidur, terdengar suara pintu kamar terbuka.
“Bangun, bangun…” kata seorang wanita seumuranku yang tak lain adalah Aska. Semalam dia tidur di kamar kakak perempuannya.
Kubuka mata perlahan, kulihat jam yang memeluk dinding di samping atas tempatku berbaring. Terlihat jarum jam menunjuk pukul lima di kelopak mataku. Aku segera mandi dan melaksanakan salat subuh. Setelah semua bersih dan rapi kami sarapan bersama di ruang makan. Kami bercengkerama bersama, walaupun sebenarnya ada rasa tidak suka yang terselip di hati Mia pada Kania. Sebenarnya sih bukan masalah serius, cuma gara-gara cowok saja. Cinta segitiga gitu. Gini nih ceritanya,
Bangkit satu sekolah sama Mia. Dia pernah bilang kalau dia suka sama Mia. Mia pun akhirnya termakan oleh rayuan gombalnya si Bangkit. Namun, semenjak bertemu dengan Kania, sikapnya mulai berubah kepada Mia. Ya wajar sih soalny Kania memang cantik. Dia sering nge-chat Kania dan mulai akrab dengannya. Makanya Mia merasa sakit hati dan agak canggung dengan Kania.
Tampak semua telah menyelesaikan sarapannya. Tinggal diriku seorang yang masih sibuk menyantap nasi dengan lauk mie goreng dan telur dadar. Pagi ini aku tidak berselera makan. Karena itu, aku lama sekali menghabiskan makananku.
“Zahra makan kok lama banget sih.” Ejek Aska sambil mencuci piring.
“Iya sebentar lagi.” Kataku dengan lemah lembut, jauh dari diriku sebenarnya.
“Mana piringem, biar aku yang nyuciin.” Pinta Aska seraya mengulurkan tangan.
“Biar aku sendiri ajalah.” Pintaku. Aku tidak enak sudah dikasih makan, tapi masih ngerepotin buat cuciin piring segala.
“Udah… mana.” Senyum di pipinya mengembang membentuk cekungan.