Keesokan paginya, baru saja Ririn ibunya memanggil Arum untuk makan pagi bersama dengan keluarganya juga dengan ayah dan adik perempuannya yang masih SMP, seluruh orang yang berada di atas meja, dibuat terkejut dengan Arum yang berpakaian rapi seperti seorang karyawan sebuah perusahaan terbesar, bahkan ayahnya yang sedang meminum kopi itu, kembali menyemburkannya seperti dukun yang sedang merawat pasiennya.
"Arum? Kamu mau kemana dengan pakaian rapi seperti itu? Kamu mau pindah rumah?"
"Arum, kamu kenapa ingin pindah rumah? Rumah kamu kan di sini, mau cari rumah dimana lagi?"
"Sepertinya kakak sudah siap untuk menikah."
Risih! Membuat tidak mood saja! Perkataan seluruh keluarganya yang sekarang ini sangat menjengkelkan! Menduga-duga yang tidak-tidak! Arum hanya bisa terdiam sesaat mendengus berkali-kali, "Aku mau pergi! Mencari pekerjaan agar kalian tidak mengundang seseorang untuk datang kemari!"
"Kamu, serius Arum? Ingin mencari pekerjaan? Dimana tempat yang menjadi target mu sekarang ini?"
Arum mengambil sepotong roti di atas meja dan kemudian keluar membuka pintu, "Nanti, akan aku beritahu!"
Langkah pertama dimulai! Perlahan dan perlahan Arum berjalan dengan hati-hati. Tapi, rasanya juga tidak baik jika terlalu perlahan dan hati-hati! Dia pasti akan kehilangan peluang yang seharusnya di miliknya!
Pada sebuah hamparan rumput hijau terbawa angin, yang memiliki tanah miring serta di depannya tampak sungai yang mengalir tenang lalu, terlihat cukup dekat dari tempat orang itu duduk dengan memainkan gitarnya, jembatan penghubung antara dua daratan yang berbeda itu terbentuk.
Laki-laki itu duduk dengan tenang sambil memainkan gitarnya bersama anak-anak yang mengelilinginya. Terlihat indah, apalagi anak-anak itu sengaja menyempatkan diri mereka untuk duduk bersama laki-laki pembawa gitar tersebut dan padahal mereka sedang mencari ikan yang berenang di sana untuk makan siang mereka.
Orang-orang yang melewatinya juga tampaknya senang mendengarnya, sangat lembut suaranya apalagi suara kepolosan anak-anak itu, membuat mereka tidak menyadari jika suasana hati mereka sedang senang mendengarnya.
Langkah kaki Arum, berhenti sesaat ketika ia melihat laki-laki tersebut. Rambut panjangnya yang sudah tertata rapi serta rambut poni yang menutupi dahinya hingga ke alis, terhembus angin lembut.
Peluangnya kembali tertunda hanya untuk melihat pemandangan yang seperti ini. Tangannya memegang pagar pembatas jembatan dan di letakannya begitu saja.