Cinta: Rahasia Dibalik Dunia Virtual

Michelle Bernike T
Chapter #1

Bab 1

Sebagai Gen-Z sejati yang tumbuh di tengah banyaknya informasi dalam genggaman tangan dan meme absurd, Hana selalu menertawakan protagonis transmigrasi yang mati konyol. Terjun ke dunia 2D karena alasan sepele seperti tersedak makanan, disambar petir saat melakukan kegiatan, tertabrak truk, atau tergelincir kulit pisang—semua itu hanya bahan komedi lucu dalam buku atau serial isekai yang dibacanya. Dia selalu meremehkan tokoh-tokoh tersebut karena "kurangnya kesadaran diri" dan "terlalu ceroboh untuk mati secara heroik" Lucu. Sampai sekarang.

Kini, setelah merasakan sendiri pahitnya kehidupannya yang seperti komedi bagi orang lain, Hana menyesalinya. Siapa sangka terjebak di dunia lain yang mirip dengan dunianya sekarang hanya terasa lebih jadul tanpa sepeser pun uang maupun pengetahuan yang mengimbangi membuat Hana tidak mampu untuk menertawakan sesuatu baik itu diri sendiri sekalipun.

Kenangan terakhir Hana hanyalah puluhan ribu tab browser yang terbuka secara bersamaan dalam kelompok besar. Hana juga yakin kalau dia melihat layar smartphone-nya berubah biru karena rusak.

'Mati karena kebanyakan buka tab browser? Siapa yang orang sebodoh itu sampai membuat alam semesta ikut marah karena tindakannya?'

Hana menggerutu untuk menutupi rasa malu dan kesal yang ada dalam lubuk hatinya. Dia tahu jawabannya. Dia adalah si bodoh itu. Menolak mengakui kekonyolan nasibnya yang ditolak semesta dan isekai ke antah berantah. Dia bahkan tidak ingat bagaimana tubuhnya bisa berada di atas sofa kulit berwarna hitam yang terlihat mahal, di dengan ruang tamu yang menurutnya asing. Bau kayu cendana bercampur dengan aroma kulit menggelitik hidungnya, menyadarkannya akan ironi dari sebuah kenyataan.

[ Ding! Sistem terhubung ke host! Memuat informasi dunia... ]

Suara yang mirip Google Translate itu mengejutkan Hana yang sedang bersantai. Terkejut, gadis itu terlonjak dari posisi berbaringnya dan terjerembab ke lantai. Beruntung, di bawah sofa tersebut tersedia karpet bulu setebal 5 milimeter. Matanya melotot mencari sumber suara. Jangankan speaker, smartphone aja tidak terbawa olehnya ke dunia lain. Anehnya, suara notifikasi terdengar sangat dekat dengan telinganya seperti sedang berbunyi dalam benaknya.

'Sistem? Syukurlah siapa pun di atas sana—entah itu dewa, alien, atau seorang programmer gila yang lagi iseng—sedang berbaik hati sehingga mengirimkan pemandu yang serba bisa dan serba tahu di dunia yang keras ini. Jangan sampai aku menginjak ranjau bernama pergaulan sosial, secara tidak sengaja memanggil nama yang salah, atau lebih buruk, dikeroyok karena salah emote.' Hanya menelan ludah membayangkan bagaimana nasibnya kelak.

Sambil menunggu sistem selesai memuat informasi—seperti menunggu loading screen yang lama di game berat—Hana mengamati sekelilingnya. Ruangan tempat dia muncul tampak begitu mewah dengan arsitektur klasik yang terkesan old school. Ada pilar-pilar kokoh yang menjulang tinggi, ukiran detail di langit-langit, dan ada berbagai macam benda antik yang nilainya bisa mencapai milyaran di dunianya di samping banyaknya dekorasi klasik yang menurut Hana terkesan ketinggalan zaman.

'Jangan bilang aku time travel? Nggak mungkin kan? Bisa gila kalau aku sampai time travel hanya gara-gara browser.'

Lihat selengkapnya