“Ada pasien ibu hamil yang mengalami pendarahan. Cepat ke IGD!” kata salah seorang perawat usai menutup telepon darurat. Setelah diberitahu ambulans akan segera tiba di depan ruang IGD.
Emery bersama rekan dokter muda lainnya segera berlari menyambut pasien. Di sana, keadaan semakin genting. Ketika tim medis mengeluarkan pasien dari mobil ambulans. Lalu, memindahkannya ke ranjang transfer pasien.
Gawat! Pendarahan yang dialami pasien semakin banyak. Ibu hamil itu tak sadarkan diri dan ada luka lebam di sekitar wajahnya, Emery mengamatinya dengan seksama. Setelah pasien dipindahkan, para perawat dan dokter residen bergegas membawanya untuk diperiksa lebih lanjut oleh dokter spesialis kandungan.
“Bagaimana keadaan pasien?” tanya Dokter Ruben, senior Emery di Rumah Sakit pada salah satu rekan Emery yang bernama Sienna.
“Sienna!” Emery menyikut rekan yang berada di sampingnya. Koas satu itu bukannya menjawab malah kelihatan gugup, gemetaran ketika Dokter Ruben menanyakan analisanya.
“Sa-saya .…” Sienna gelagapan. Dokter Ruben menoleh dengan tatapan dingin dan kesal. Karena juniornya itu tidak menjawab pertanyaannya.
“Cepat katakan!” desak Dokter Ruben. Dia tidak sabaran karena juniornya diam saja.
Sienna masih tertegun. Dia bingung harus menjawab pertanyaan itu jika Dokter Ruben terus saja menyudutkannya. Semua mata memandang ke arahnya. Termasuk Emery. Seharusnya Sienna bisa menjawab pertanyaan dokter spesialis itu. Namun, entah karena gugup atau apa, tiba-tiba saja bibir Sienna mendadak kelu dan membuat Dokter Ruben hilang kesabaran.
“Payah!” cibir Dokter Ruben. “Apa saja kerjaanmu selama ini, hah?” hardiknya.
“Maafkan saya, Dokter Ruben!” sesal Sienna sambil menundukkan kepalanya karena malu. Dia benar-benar menyesalinya.
Menurut keterangan tim medis, Ibu hamil itu diketahui mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Ibu hamil itu menyetir sendiri dalam keadaan hamil besar dan mengalami depresi berat. Setelah kecelakaan itu terjadi, pasien segera dilarikan ke Rumah Sakit terdekat karena terjadi pendarahan hebat dan bayi yang dikandungnya harus segera diselamatkan.
Masalah lain pun mulai terkuak setelah Ruben memeriksanya. Ternyata ada riwayat lain yang dialami oleh sang ibu. Emery sempat memerhatikan fisik ibu hamil itu. Dia teringat sesuatu pada pasien itu.
“EMERY!” panggil Dokter Ruben setengah berteriak. “Jelaskan analisamu!”
“Sepertinya pasien mengalami Plasenta Previa,” kata Emery agak ragu-ragu.
Pasien ibu hamil itu mengalami pendarahan yang disebabkan oleh rendahnya letak plasenta. Usia kehamilannya sekitar 35 minggu. Plasenta Previa beresiko lebih tinggi yang menyebabkan pendarahan sebelum dan setelah kelahiran, kelahiran prematur, hingga lepasnya plasenta dari rahim sang ibu. Begitu menurut analisa Emery. Karena belum lama ini, dia mengamati pasien yang mengalami masalah dalam kandungannya itu.
“Lalu, tindakan apa yang harus kita lakukan selanjutnya ketika dihadapkan kasus seperti ini?” tanya Dokter Ruben lagi pada Emery. Seniornya itu menguji pengetahuan umum yang sudah banyak dipelajari Emery selama menjadi koas.
“Operasi caesar,” Emery berpendapat. Dia ketakutan ketika memberi keputusan.
“Kamu yakin?” Dokter Ruben memastikannya. Meski dia tahu jawabannya. Dia tetap menguji Emery dan para koas yang berkerumun di IGD saat itu.