“Kalian sudah datang rupanya,” sapa Ruben pada Emery dan Sienna. “Baguslah!”
Ruben menampilkan senyum di depan kedua juniornya itu. Sayangnya, yang balas tersenyum hanya Sienna, sedangkan Emery dia lebih memilih memalingkan wajah ketimbang membalas senyuman palsu yang ditunjukkan Ruben di hadapannya.
Pandangan Ruben saat itu tertuju pada Emery. Sienna sempat memerhatikan gelagat mereka yang kelihatan sangat mencurigakan.
“Ehem!” Sienna berdeham, membuyarkan lamunan Ruben dan Emery pun sontak menoleh ke arahnya.
“Maaf, Dokter. Apa kami terlambat?” tanya Sienna hati-hati.
“Tidak. Kalian datang tepat waktu,” sahut Ruben agak cuek. Pandangannya masih tertuju pada Emery seorang. Jadi, dia tidak begitu menghiraukan perkataan Sienna.
“Emery, kamu kenapa?” tanya Ruben sok perhatian. “Kelihatannya kamu lelah sekali. Apa tidurmu nyeyak?”
Deg!
Kenapa senior sialan itu malah menanyakan keadaan Emery? Jelas-jelas hal itu malah makin memperjelas hubungan mereka. Sienna bisa makin curiga pada mereka.
‘Aneh banget tuh orang! Sukanya bikin keributan,’ ketus Emery dalam hati. Dia pasang tampang nyengir di depan Ruben dan Sienna.
“Emery!” seru Ruben. Emery tidak menyahut panggilannya barusan.
“Ah, iya. Tidur saya nyenyak sekali, Dokter Ruben,” ucap Emery.
Terpaksa Emery harus berbohong. Boro-boro dia bisa tidur nyenyak, yang ada malah tidak bisa tidur. Baru tidur sekejap saja Sienna sudah mengajaknya keluar rumah. Sialnya, sekarang malah terdampar di sebuah tempat seminar dan harus mendengarkan celotehan profesor yang sangat membosankan. Astaga! Ingin sekali rasanya keluhan ini bisa tersalurkan dengan benar.
Di sisi lain, Sienna agak kecewa dengan sikap Ruben. Karena seniornya itu kelihatan lebih perhatian pada Emery.
‘Sialan! Dia nyuekin aku lagi. Menyebalkan!’ gerutu Sienna dalam hati. Dia menahan kecewa lagi sekarang.
“Apa kamu sedang tidak enak badan?” tanya Ruben lagi. Dia kelihatan menonjol sekali sekarang. Bentuk perhatian-perhatian kecil itu justru malah akan menjadi boomerang untuknya dan Emery.
“Ah, saya tidak apa-apa,” sangkal Emery. “Maaf, saya mau ke toilet dulu,” dia beralasan.
Sienna terus saja memerhatikan gerak-gerik Emery dan Ruben. Kedua orang itu tampak mencurigakan sekali. Sepertinya ada yang mereka sembunyikan, pikirnya.
Ruben menyuruh Sienna untuk segera masuk ke ruangan. Sementara, dirinya akan menyusul Emery di toilet. Ada urusan yang belum diselesaikannya dengan Emery.
Emery buru-buru pergi menuju toilet. Dia berjalan cepat sembari mengibas-ngibaskan tangan ke arah wajahnya. Padahal atmosfir di sekitar hotel terasa sejuk karena banyak AC di sana-sini. Tetapi, kenapa udaranya nampak begitu panas terasa di sekujur tubuh Emery usai berbicara dengan Ruben?
“Astaga! Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi di sini? Jelas-jelas tadi aku menolaknya sekarang malah bertemu dengannya lagi. Bego!” Emery menyalahkan dirinya sendiri. Sembari membentur-benturkan kepalanya di pintu toilet.
“Auuwww!” Emery mengerang kesakitan. Dia melihat dahinya yang kejedot pintu di depan cermin. Waduh! Gimana nih? Jadi biru-biru pula. Dia menyesalinya sekarang.