Cinta Rahasia Sang Dokter

Rinaha Ardelia (Seorin Lee)
Chapter #8

Garis Merah yang Menentukan

“Jangan bicara sembarangan dan bertindak gegabah! Sepertinya ada seseorang yang tengah mengawasi kita,” tegur Ruben.

“Seseorang yang mengawasi kita? Siapa?” Emery jadi ingin tahu. Dia menoleh kanan-kirinya, mencari sesuatu sembari memastikan ucapan Ruben.

“Entahlah. Sepertinya tadi ada orang yang mendengarkan pembicaraan kita,” duga Ruben seraya memberitahu Emery.

“Bagaimana ini?” Emery cemas. Raut wajahnya makin terlihat pucat usai mendengarkan perkataan Ruben.

“Berhati-hatilah! Karena di sini ada banyak sekali pasang mata dan telinga yang sewaktu-waktu bisa bicara dan itu akan membahayakan posisi kita. Kamu mengerti?” Ruben memperingatinya.

Emery mengangguk. Kalau begitu dia akan lebih waspada dan berhati-hati lagi dalam bertindak maupun berucap mulai sekarang. Dia tidak akan sembarangan bicara dengan orang lain, atau mencurahkan isi hatinya pada rekan kerja yang lain. Dia sudah berjanji pada Ruben untuk tetap diam, merahasiakan hubungan terlarang mereka.

“Satu jam lagi, temui saya di ruang pemeriksaan. Saya akan tetap meluangkan waktu untuk memeriksakan keadaanmu,” kata Ruben.

“Baik. Nanti saya akan ke sana,” sahut Emery.

Setelah mendengar jawaban Emery, Ruben pun pergi meninggalkan ruangan itu. Ruben akan membiarkan Emery istirahat sejenak. Koas itu butuh istirahat saat ini. Dia kelihatan lelah sekali usai membantu Ruben di ruang operasi.

Emery merebahkan tubuhnya di sofa. Sambil memejamkan mata, dia jadi teringat perkataan Ruben tadi. Memangnya siapa yang telah mengawasi mereka akhir-akhir ini? Dia jadi penasaran sekali. Meski begitu, dia tidak pernah mencurigai siapa pun di Rumah Sakit. Dia juga merasa tidak memiliki musuh di tempat kerjanya.

“Memangnya siapa yang udah ngawasin aku dan Dokter Ruben di sini?” racau Emery dalam tidurnya.

Alarm di ponselnya berdering panjang. Sudah satu jam Emery tertidur. Kini, saatnya dia harus pergi ke ruang pemeriksaan. Karena Ruben akan memeriksakan keadaan tubuhnya.

Ketika Emery bangun dari tidurnya, Sienna sedang mengerjakan laporan di meja kerjanya. Emery sempat kaget melihatnya. Sejak kapan sahabatnya itu berada di ruangannya? Dia tidak tahu kedatangan Sienna di sana.

“Kamu udah bangun, Mer?” tanya Sienna memastikannya. Dia membalikkan tubuhnya yang masih duduk di kursi dan bertanya langsung pada Emery. Saking khawatir dengan keadaan sahabatnya.

“Ah, iya. Kepalaku rasanya sakit banget,” jawab Emery. Dia beralasan di depan Sienna.

“Sepertinya kamu memang nggak enak badan, Mer. Tadi, kamu juga berkeringat dingin dan suhu tubuhmu agak tinggi. Apa kamu merasa kalau kamu sedang demam saat ini?” Sienna perhatian sekali.

“Aku nggak apa-apa, kok,” sangkal Emery.

“Kamu yakin nggak apa-apa?” Sienna meragukannya. Karena dia masih melihat Emery kurang fit hari ini.

Emery mengangguk mantap agar terlihat meyakinkan di depan Sienna. Dia pun beranjak dari tempat duduknya dan bersiap keluar dari ruangannya.

“Kamu mau ke mana?” tanya Sienna ingin tahu.

“Aku harus ke ruangan Dokter Ruben. Sore ini dia ada jadwal praktek. Jadi, aku akan membantunya di sana,” sahut Emery.

Sienna tersenyum sekilas. “Kelihatannya kalian dekat banget akhir-akhir ini. Apa kalian pacaran?” tebaknya.

Lihat selengkapnya