“Apa maksudmu, Dokter Ruben?” Emery membelalak kaget setelah mendengar pernyataan tidak masuk akal yang dilontarkan Ruben di depan ayahnya.
Wajah Ruben langsung berubah pucat. Dia menoleh perlahan ke arah Emery dengan tatapan rasa bersalah. Namun, dia merasa tidak ingin disalahkan atas apa yang kini tengah menimpa Emery.
“Kamu yakin kalau bayi itu bukan anakmu, Ruben?” Profesor Rudiana sekali lagi memastikannya. Dia langsung bertanya pada Ruben.
Jika Ruben menyangkalnya sekali lagi, Profesor Rudiana baru akan memercayai ucapan putranya itu.
“Ya, aku yakin sekali. Karena aku tidak serendah itu harus meniduri juniorku sendiri. Bahkan, aku dan dia tidak saling mencintai, Yah,” ungkap Ruben. Dia yakin sekali ketika mengatakannya pada sang ayah.
“Dokter Ruben?!” Emery tidak percaya jika Ruben setega itu mengatakannya di depan ayahnya. Apa dia sedang melempar kesalahannya pada Emery?
“Anda tahu betul, malam itu Andalah yang telah menggoda saya. Sampai akhirnya kita tidak sadar dan melakukan hal itu,” kata Emery membeberkan kejadian yang sebenarnya.
“Jangan mengarang cerita Dokter Emery!” bela Profesor Rudiana. “Saya tahu, putra saya tidak mungkin melakukan hal itu kepadamu.”
“Profesor, saya mengatakannya dengan jujur. Putra Andalah yang telah menghamili saya. Percayalah pada saya, Profesor!” bujuk Emery. Wajahnya memelas seperti sedang meminta belas kasihan sang direktur utama di Rumah Sakit tersebut.
“Ayah, percayalah padaku! Percayalah pada putramu sendiri. Jangan dengarkan perkataan orang lain!” Ruben tidak tinggal diam. Dia pun berusaha meyakinkan ayahnya.
Emery berkaca-kaca di hadapan Ruben dan Profesor Rudiana. Kini dia merasa tersudut dengan situasi ini. Tidak ada yang membelanya sama sekali di sana.
“Memangnya kamu ada bukti jika anak itu adalah anak dari putraku?” tantang Profesor Rudiana.
“Bukti?” Emery tercengang. Bagaimana bisa dia melakukannya? Haruskah tes DNA? Bukankah tes DNA bisa dilakukan setelah bayi itu lahir?
“Sudahlah! Jangan menuduh putraku tanpa bukti! Karena itu akan menjadi masalah besar bagimu. Kamu memfitnah putraku yang tidak bersalah dan kamu tahu, kan, konsekuensinya kamu bisa berakhir di penjara karenanya. Mengerti?” tegur Profesor Rudiana.
Emery menundukkan pandangannya. Dia tidak bisa melakukan apa-apa sekarang selain mengalah. Dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan mereka. Apalagi bukti yang menyatakan bahwa bayi yang sedang dikandungnya memang benar darah daging dari Dokter Ruben.
“Sebaiknya tutup mulutmu mulai sekarang dan jangan memperbesar lagi masalah ini. Jika pihak Rumah Sakit tahu akan hal ini, kamu sendiri yang akan menanggung akibatnya. Paham?” ancam Profesor Rudiana. “Pergilah!” usirnya sangat galak.
Ruben dan Emery pergi meninggalkan ruangan Profesor Rudiana. Keduanya tampak kebingungan. Sepertinya Ruben juga tidak sadar atas apa yang baru saja dia katakan di hadapan ayahnya.
Sedangkan Emery, dia sedang merasakan sakit hati yang luar biasa atas sikap pengecut yang ditunjukkan Ruben di ruangan Profesor Rudiana tadi. Dia tidak menyangka jika Ruben cuci tangan atas permasalahan yang ditimbulkannya itu.
“Kembalilah bekerja, Emery!” perintah Ruben.