“Ya, kami akan segera menikah. Lu dengar itu?” tegas Ruben.
Sean menurunkan lengan Ruben, lalu dia menoleh ke arah Emery. “Apa itu benar? Jawab aku, Emery!”
“Saya ….” Emery terbata-bata mengatakannya.
“Kalau dia bicara omong kosong, aku akan menghajarnya,” ancam Sean yang masih menunggu Emery bicara. Dia geram sekali dengan sikap Ruben yang arogan.
“Kami akan menikah,” ucap Emery akhirnya. Dia meyakinkan sekali saat mengatakannya.
Kini, tidak ada alasan lagi bagi Sean memperpanjang urusannya dengan Ruben. Dia akan mengalah jika keduanya benar-benar akan menikah.
“Baguslah! Kalian berdua memang harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian. Lalu, apa ayah lo tahu soal pernikahan ini?” Sean mengalihkan perhatiannya pada Ruben.
“Gue akan bicara dengannya hari ini,” kata Ruben.
“Ingat, Ben! Lo udah ambil keputusan. Artinya, lo udah siap ambil resiko seberat apa pun nanti. Demi Emery. Paham?” Sean memperingatkan.
Sean pergi setelah memberi peringatan pada Ruben. Dia agak kecewa setelah mendengar Emery akan menikah dengan Ruben. Dia tersenyum kecut pada saat meninggalkan ruangan Ruben.
Tangan Emery masih gemetaran karena syok melihat pertengkaran antara Ruben dan Sean. Ruben buru-buru meraih tangannya dan berusaha menenangkannya.
“Jangan tegang! Lihat, dirimu syok sekali tadi,” kata Ruben menenangkan hati Emery. Dia tahu itu tidak baik untuk kesehatan Emery dan janinnya.
“Duduklah dulu! Kamu mau minum sesuatu? Sepertinya ada susu kemasan di laciku. Sebentar, aku akan mengambilkannya untukmu,” tawar Ruben.
Emery tersenyum sekilas menanggapi sikap Ruben yang berubah jadi sangat perhatian kepadanya. Perlahan-lahan, dia mulai menyadari bahwa sikap Ruben kelihatan manis sekali setelah menjadi suaminya nanti.
“Kamu harus makan yang banyak. Setelah pasien terakhir, aku akan memeriksa kandunganmu,” saran Ruben.
“Iya, baiklah ….” Emery mengerti. Dia menyeruput habis kemasan susu kotak pemberian sang calon suami.
Dalam hati, Emery masih memanjatkan doa. Agar kedua orang tuanya segera memberikan restu untuk pernikahannya. Termasuk Profesor Rudiana, ayahnya Ruben.
Tok-tok-tok!
“Silakan masuk!” ucap Ruben mempersilakan. Ada beberapa pasien yang datang menemuinya.