Emery bergegas pergi menemui seorang ibu yang akan segera melahirkan. Setelah diberitahu oleh suami dari ibu itu. Perjalanan menuju rumahnya cukup jauh. Dia harus berjalan kurang lebih lima ratus meter. Desanya tidak bisa diakses menggunakan kendaraan bermotor. Ya Tuhan!
Emery tidak patah semangat. Dia harus segera menyelamatkan nyawa ibu dan anak itu, pikirnya. Dia tidak memikirkan hal lain. Dia juga tidak mengeluh. Nyawa pasiennya lebih penting dari apa pun saat ini.
Beruntung, Emery pergi tidak sendiri ke sana. Dia dibantu perawat dan tentara yang bernama Bonar menemaninya menuju lokasi. Bapak itu nyaris putus asa selama dalam perjalanan. Dia begitu khawatir dengan kondisi istrinya di rumah seorang diri. Bagaimana jika terjadi sesuatu kepada istrinya itu?
“Dokter, cepatlah! Saya mohon,” pinta bapak itu sembari memelas di depan Emery.
“Saya sudah berusaha berjalan cepat, Pak,” kata Emery.
Emery tidak mengira perjalanan akan seterjal ini. Mendaki gunung, melewati bukit dan jembatan panjang di sungai. Hari pun mulai gelap, tidak ada lampu penerangan di sepanjang jalan. Suara binatang malam mulai terdengar di kanan-kirinya. Suasana agak dingin mencekam. Bagaimana kalau binatang-binatang buas di sekitar hutan berpapasan dengan mereka.
‘Ah, tidak! Jangan berpikir yang tidak-tidak!’ Emery membuyarkan lamunannya. Dia harus positif thinking, agar tidak menjadi sugesti yang membuatnya ketakutan.
“Aaahhh! Aduh!” keluh Emery. Dia hampir terjatuh dan kakinya tersandung batu. Dia tidak memerhatikan jalan di sekitarnya tadi.
Untung saja Bonar dengan sigap menyangga tubuh Emery. Dokter itu terselamatkan dari rasa malu dan musibah. Jika tidak, dia bisa terpeleset dan jatuh di jalanan yang becek itu. Semoga saja tidak segera turun hujan, harap Emery.
“Pak, apa masih jauh rumah Bapak?” tanya Emery.
“Sedikit lagi, Dok,” sahut bapak itu.
‘Sedikit lagi? Kenapa terasa jauh sekali?’ pikir Emery. Dia sempat menggerutu di dalam hati.
Setahu Emery, ketika orang desa berbicara tentang jarak dekat itu bohong. Nyatanya bagi orang kota itu jarak tempuhnya lumayan jauh. Mungkin karena tidak terbiasa. Fiuh!
Beberapa menit kemudian, akhirnya sampai juga mereka di rumah bapak itu. Emery segera mencari ibu itu. Pertama-tama, dia akan memeriksa keadaannya. Kemudian, kondisi kandungannya. Meskipun dia membawa peralatan seadanya, dia akan tetap memaksimalkan pekerjaannya dalam keadaan darurat seperti ini.
“Tolong bawakan saya air hangat untuk mengompresnya!” peritah Emery pada relawan perawat.
“Biar saya saja, Dok!” kata Bonar menawarkan diri.
“Baiklah kalau begitu. Maaf merepotkan Anda,” balas Emery.
“Tidak apa-apa. Sekarang Anda fokus saja pada pasiennya,” ujar Bonar. Emery mengangguk.
Emery akan memeriksa keadaan kandungan ibu itu. Mulai dari memeriksa denyut nadi sang ibu, tekanan darah, dan jantungnya. Tidak lupa dia juga membawa alat rekam jantung janin yang dinamakan kardiotokografi (CTG). Alat itu membantunya untuk mencatat pola denyut jantung janin dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktifitas janin di dalam rahim sang ibu.