Cinta Rahasia Sang Dokter

Rinaha Ardelia (Seorin Lee)
Chapter #25

Pertanyaan Mendesak

Sean uring-uringan sendiri karena tidak berhasil menghubungi Emery. Dia putus asa, tidak bisa mendapatkan kabar dari Emery. Segala macam cara sudah dicobanya. Tetap saja, hasilnya nihil.

“Emery, cepat jawab teleponnya! Aku mohon,” Sean cemas sekali.

Entah sudah keberapa kalinya Sean melakukan panggilan telepon ke tempat kerja Emery yang baru. Baik Emery maupun markas besar relawan, tidak ada yang menjawab teleponnya. Apa mungkin karena ada kendala sinyal di sana? Pikirnya kemudian.

“Ah, mana mungkin Emery mengalami kendala jaringan internet di sana. Dia nggak blusukan ke hutan-hutan dan desa di pelosok, kan?” Sean menerka-nerka.

Setelah dipikir-pikir lagi, mungkin saja hujan deras di sana mengakibatkan sinyal jadi terganggu. Sulit sekali bagi Sean untuk positif thinking.

“Kenapa tidak ada kabar darinya?” Sean pasrah saja. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur sembari memandangi layar ponselnya.

Semalaman Sean terjaga. Dia tidak bisa tidur karena masih menunggu telepon dari Emery. Dia jadi kesal dan memutuskan untuk pergi tidur saja. Besok pagi, baru dia akan kembali menghubungi Emery lagi.

Sementara di desa terpencil itu, Emery sedang memeriksa keadaan bayi yang baru lahir itu. Dia tersenyum memandangi wajah mungil bayi perempuan itu. Ibu dari si bayi terbangun dari tidurnya dan mendapati Emery sedang bersenda gurau dengan bayinya.

“Kelak kamu akan menjadi orang hebat, Nak,” bisik Emery sembari mendoakan bayi itu.

“Dokter … apa saya boleh melihat bayi saya?” pinta sang ibu.

“Tentu, Bu. Sebentar, saya akan menggendongnya dan membawakannya pada Anda,” kata Emery mempersilakan.

Ibu itu dengan sigap menerima bayinya dari pangkuan Emery. Bayi itu tersenyum seolah sedang ingin memberitahukan satu hal pada ibunya.

“Apa Anda dan suami Anda sudah mencarikan nama yang bagus untuk bayi kalian?” Emery mengalihkan pembicaraan.

“Sudah,” sahut ibu itu.

“Baguslah kalau begitu. Kalau boleh tahu, siapa nama bayi ini, Bu? Biar saya ikut mendoakannya,” Emery ingin tahu.

“Namanya … kami memberikan nama yang sama seperti Dokter Emery.” Ibu itu memberitahu.

“Hah? A-apa? Nama yang sama dengan saya?” Emery membelalak kaget. Ibu itu mengangguk tanpa ragu.

“Itu benar, Dok. Saya ingin anak ini secantik dan sepintar Dokter Emery. Siapa tahu anak gadis saya nanti bisa menjadi dokter hebat seperti Anda,” puji ibu itu. Emery jadi tersanjung mendengarnya.

“Aamiin. Saya doakan selalu, semoga putri ibu bisa menjadi seorang dokter yang lebih hebat dari saya,” harap Emery.

Suara hujan begitu deras malam itu. Suasana di sana juga sangat dingin dan mencekam. Emery menemani ibu dan bayinya sampai mereka terlelap dan larut dalam cerita Emery selama menjadi dokter muda di Rumah Sakit.

“Tidur yang nyenyak bayi kecil,” ujar Emery sembari mengusap kepala bayi perempuan itu. Lalu, dia beralih mengusap perutnya.

Emery teringat pada bayinya. Tak terasa air matanya jatuh dan menetes di pipi. Dia sangat merindukan buah hatinya.

***

Lihat selengkapnya