Emery senang sekali ketika ayah menjemputnya di bandara. Dia bergegas masuk ke mobil dan tidak lama setelah itu ayah melajukan mobilnya hendak meninggalkan bandara.
Sepanjang perjalanan mereka berbincang di dalam mobil. Emery menceritakan pengalaman seru sekaligus menegangkan ketika menolong pasien-pasiennya selama berada di desa terpencil itu. Dia tidak menyadari mobil ayahnya sudah melewati Jhon yang mencari keberadaannya di pintu keluar bandara.
Beberapa menit kemudian, Emery sampai di rumah orang tuanya. Terlihat ibu sedang berdiri di depan pintu rumah untuk menyambut kedatangannya.
"Ibu," sapa Emery. Dia langsung memeluk ibunya, saking tak kuat menahan rasa rindunya.
"Gimana pekerjaan kamu di sana? Apa kamu makan dengan benar?" tanya ibu ingin tahu.
"Pekerjaan di sana membuatku sangat sibuk, Bu. Setiap hari hampir tidak pernah sepi. Ada banyak sekali pasien yang kuperiksa, terutama ibu hamil yang jarang sekali memeriksakan kandungannya,” jelas Emery yang antusias bercerita. Lalu, dia meraih tangan ibunya.
“Ibu tidak usah khawatir, aku makan dengan baik selama di sana," kata Emery menenangkan hati ibunya. Dia tidak ingin membuat ibunya khawatir.
Mendengar cerita dari Emery membuat ibunya merasa lega. Syukurlah kalau begitu. Ibu jadi tidak khawatir lagi. Meski sudah dua tahun berlalu, tetap saja perasaan sang ibu selalu saja mengkhawatirkan putrinya itu.
"Istirahatlah, Sayang. Kamu pasti capek sekali, kan?" Ibu menyarankan.
"Iya, Bu. Aku akan ke kamarku dulu kalau begitu. Aku juga akan tidur sebentar," kata Emery.
"Nanti ibu bangunkan pada saat jam makan siang," balas ibu.
Emery mengangguk kemudian dia bergegas masuk ke kamarnya. Dia sangat merindukan suasana rumah. Terutama kamarnya. Dia ingin sekali segera merebahkan tubuhnya di atas kasur. Rasanya nyaman sekali. Lebih nyaman dibandingkan tidur di tenda atau asrama dokter muda di rumah sakit.
Baru saja Emery rebahan, ponselnya sudah berdering. Ada panggilan masuk dari Sean. Dia segera menjawab panggilan teleponnya.
"Hai Emery! Apa kamu sudah di rumah?" Sean memastikan.
"Hmm ... saya baru saja sampai," sahut Emery. “Maaf, aku belum sempat mengabarimu.”
"Tidak apa-apa. Oh iya. Nanti malam apa kamu ada waktu? Aku ingin mengajakmu makan malam di luar. Gimana menurutmu?" ajak Sean.
"Makan malam?" ulang Emery bergumam bingung.
"Gimana?" desak Sean.
"Memangnya Anda tidak ada shift malam? Saya takut mengganggu pekerjaan Anda, Dokter Sean," Emery beralasan.
"Tidak ada. Malam ini aku free," Sean meyakinkannya.
"Baiklah. Nanti saya akan menemuimu di restorannya," Emery menjanjikan. Dia sering tidak enak hati jika terus-terusan menolak niat baik dan ajakan makan malam dari Sean.
"Boleh nggak aku menjemputmu di rumah orang tuamu?" Sean meminta izin terlebih dahulu. "Sekalian aku ingin menyapa kedua orang tuamu."