“Ruben?” Sean terlonjak kaget melihat kedatangan sepupunya yang menghampiri mejanya. Dia jadi gelagapan di depan Emery.
“Dokter Ruben?” ulang Emery. Dia pun jadi kikuk dan salah tingkah di hadapan pria yang sangat dicintainya itu.
“Hai Emery! Lama tidak bertemu,” sapa Ruben. Dia tersenyum ke arah Emery. “Apa kabar?” tanyanya basa-basi.
“Baik. Terima kasih, Dokter Ruben,” jawab Emery agak gugup.
Suasana makan malam romantis yang sudah diciptakan Sean sebagai kejutan di hari ulang tahun Emery mendadak kelabu. Dia menggerutu dalam hati, mau ngapain Ruben datang ke restoran itu? Dan dari mana Ruben tahu kalau malam ini, Sean sedang berkencan dengan Emery?
“Sepertinya kalian merayakan sesuatu malam ini. Boleh kutahu, apa yang sedang kalian rayakan?” tanya Ruben ingin tahu. Dia sok akrab sekali berbicara dengan keduanya dengan bahasa cukup formal.
“Ah, itu ….” Emery hendak menjawab namun bibirnya tiba-tiba kelu.
“Kami sedang berkencan,” kata Sean agak sewot. "Kenapa? Masalah buat lo?" tantangnya saking kesal.
“Kencan?” Ruben terkejut mendengar pengakuan Sean. “Jadi, kalian sudah pacaran?” tanyanya lagi sekadar untuk memastikan.
Ruben tersenyum namun sudut bibirnya seperti sedang mengejek Sean dan Emery. Dia tidak percaya kalau mereka sudah menjalin hubungan sampai sejauh itu.
“Apa itu benar Emery?” Ruben langsung menanyakannya pada Emery. Dia ingin tahu dari pengakuan Emery. Karena dia yakin, Emery tidak pandai berbohong.
Emery menatap ke arah Sean. Dia bingung harus menjawab apa di depan Ruben. Sean memberi kode melalui tatapan matanya. Saat inilah waktu yang tepat untuk membuat Ruben terlihat cemburu. Bukankah Emery sudah menantikan masa-masa pembalasannya untuk membuat Ruben patah hati?
“Ya, itu benar. Kami sedang berkencan,” tegas Emery.
Sean menghela napas lega. Sesuai dengan prediksinya kalau begitu. Tadinya dia berpikir kalau Emery akan kembali menyangkal dan menganggap hubungannya itu tidak serius. Kali ini Emery memerankan perannya dengan sangat baik di hadapan Ruben.
“Oh, begitu rupanya. Baguslah! Selamat untuk kalian berdua,” ucap Ruben agak dipaksakan.
“Terima kasih,” ucap Emery pelan.
“Oh ya, ada urusan apa lo ke sini?” Kali ini giliran Sean yang bertanya pada Ruben.
“Gue ada urusan sama seseorang, rekan bisnis gue,” kata Ruben memberitahu.
“Hmm … begitu. Ya udah sana, pergilah! Lo malah ngeganggu makan malam kami nantinya,” sahut Sean agak ketus. Dia menunjukkan rasa tidak sukanya pada Ruben. Karena sepupunya itu seperti lebah penyengat yang mau menghisap kembang cantik yang kini duduk berhadap-hadapan dengannya.
“Oh, maaf. Sampai jumpa lagi di Rumah Sakit, Bro. Selamat malam dan selamat menikmati jamuan makan malam kalian,” ucap Ruben seraya berpamitan. Dia bergegas pergi meninggalkan meja Sean dan Emery.
Sean dan Emery terdiam sejenak. Jantung Emery berdegup kencang sekali tadi. Dia tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Ruben. Dia sampai tidak berani menengadahkan wajahnya ketika Ruben sedang berbicara kepadanya.