“Kamu tunggu di sini, ya. Aku ambil mobil dulu di parkiran,” kata Sean pada Emery. Dia tidak ingin Emery sampai kelelahan karena berjalan jauh dari restoran menuju ke parkiran.
“Baiklah!” sahut Emery. Dia terlihat manis sekali karena menuruti perintah kekasihnya.
Setelah Sean pergi mengambil mobilnya, Ruben datang menghampiri Emery. Pria itu berdiri di samping Emery, agak canggung.
“Kamu sudah mau pulang, ya?” tanya Ruben basa-basi.
Emery sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Dia hanya mengangguk sambil bergumam. “Hmm.”
Jawaban yang singkat dari Emery namun mampu membuat Ruben merasa tidak berguna dan seperti orang asing di depannya.
“Mana Sean? Kamu nggak pulang sama dia?” tanya Ruben ingin tahu. Sesekali dia curi-curi pandang ke arah Emery. Dia masih mencari perhatian Emery. Namun, wanita itu cuek sekali kepadanya.
“Dia sedang mengambil mobilnya di parkiran,” sahut Emery.
“Oh, begitu rupanya,” balas Ruben. Dia jadi bingung sendiri. Kira-kira apalagi yang ingin dia tanyakan pada Emery.
Hening beberapa saat. Sampai Emery harus melirik ke arah Ruben untuk memastikan apakah seniornya itu masih ingin bertanya hal-hal lain lagi kepadanya atau tidak.
“Emery ….” desis Ruben. “Hari ini kamu berulang tahun, ya? Kuucapkan selamat ulang tahun.”
Ruben mengulurkan tangannya. Dia berharap Emery akan menjabatnya. Sayang sekali, ekspektasinya tidak sesuai dengan harapannya. Emery tidak mau menjabat tangan seniornya itu. Dia lebih suka membuang muka dan membuat Ruben bergeming.
Emery tidak berkutik sedikit pun ketika Ruben berusaha mendekatkan diri padanya. Usaha Ruben tidak berhasil membuat Emery melihat lagi ke arahnya. Sepertinya perasaan Emery sudah mati rasa. Sejak Ruben meninggalkannya di malam seharusnya dia melamar Emery.
“Aku ikut berduka atas kejadian yang menimpamu waktu itu,” ungkit Ruben dengan penuh penyesalan.
Emery kesal sekali. Dia benar-benar tidak mau membahas tentang kegugurannya. Dia ingin melupakan masa-masa keterpurukannya itu. Tetapi, Ruben malah mengingatkannya kembali pada peristiwa kelam yang terjadi dua tahun yang lalu.
“Emery!” panggil Ruben. “Kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak ingin memaafkanku?” mohonnya dengan wajah memelas.
“Saya sudah memaafkan Anda. Tapi, saya tidak akan pernah bisa lupa dengan semua perbuatan Anda pada saya. Semua yang Anda lakukan sangat merugikan saya,” jelas Emery dengan suara yang tegas dan lantang.
“Ya, saya tahu. Saya benar-benar sangat menyesalinya sekarang,” ucap Ruben penuh harap.
Ruben belum selesai bicara dengan Emery, tiba-tiba mobil Sean menghampiri dan menyuruh Emery untuk segera masuk ke mobilnya.
“Permisi, saya pulang dulu,” kata Emery berpamitan. Ruben pun tidak bisa mencegahnya pergi.
Emery sudah ada yang menunggunya di mobil. Ruben menggerutu setelah mobil yang membawa Emery pergi meninggalkan restoran itu.