“Maaf, aku harus pergi,” sesal Emery. Dia terpaksa menghindari Ruben. Karena dia ingin menjaga perasaan Sean, kekasihnya yang jauh darinya.
“Emery!” panggil Ruben seraya meraih tangannya. Dia berhasil mencegah Emery pergi.
Emery menoleh dengan tatapan sendu. Lalu, dengan rasa percaya diri yang tinggi dan keyakinannya, bahwa Emery masih menyimpan perasaan padanya, Ruben menarik lengan wanita itu dan membawanya dalam pelukannya yang hangat.
Emery tidak berkutik. Sekali lagi dia terkejut dengan cara Ruben membangkitkan rasa cinta yang sudah lama dia kubur dalam-dalam. Ruben mendekatkan tubuh Emery hingga menempel dengan tubuhnya. Pria itu makin berhasrat pada Emery. Sehingga dia berani mencium bibir Emery, melumatnya dengan rakus.
Jantung Emery berdebar-debar, kencang sekali. Ruben tidak membiarkannya pergi. Dia mengunci Emery sampai kesulitan bernapas. Sekuat tenaga Emery melepas ciuman itu. Namun, Ruben semakin kuat menahannya. Tangan kirinya menekan pinggang Emery sementara tangan kanannya menahan dagu Emery. Bibir keduanya berpagutan mesra, liar, dan penuh gairah.
“Hentikan, Dokter Ruben! Aku mohon,” pinta Emery. Dia masih terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan Ruben kepadanya.
“Aku tahu kamu masih menyimpan cintamu untukku. Aku masih ingat betul sentuhanmu, Emery,” goda Ruben. Dia terus saja merayu Emery. Sampai wanita itu merasa malu dan ingin melarikan diri darinya.
“Ciumanmu yang telah membuktikannya,” ungkit Ruben.
“Jangan sembarangan bicara!” Emery jadi kesal dengan sikap Ruben.
“Aku tidak mengada-ada. Aku sudah membuktikannya sendiri. Bibirmu masih hangat dan itu membuatku semakin ingin memilikimu.”
Emery menjaga jarak dengan Ruben. “Itu omong kosong! Saya tidak akan pernah kembali pada Anda,” tegas Emery.
“Benarkah? Bagaimana dengan perasaanmu? Kamu sudah membohongi perasaanmu sendiri. Kalau kamu tidak suka padaku, lantas kenapa kamu membalas ciumanku tadi?” Ruben memprovokasinya.
“Itu … karena … Anda sudah memaksa saya,” Emery beralasan.
“Bohong! Jujurlah padaku, Emery! Kamu masih mencintaiku, bukan?” terka Ruben.
Emery membalikkan tubuh. Lalu, dia bergegas pergi meninggalkan Ruben yang masih berdiri di sana. Dia berlari tanpa melihat-lihat sekitarnya. Kakinya hampir saja tersandung karena suasana yang gelap malam itu.
“Apa-apaan ini?” Emery bersembunyi di balik pohon. Dia masih belum memercayainya.
“Apa yang sudah kulakukan tadi? Kenapa dia menciumku, dan aku malah membalasnya? Sial!” rutuk Emery kesal. Dia benar-benar sangat menyesalinya sekarang.
Parahnya lagi, Ruben tahu isi hati Emery yang sekarang. Emery tidak dapat memungkirinya lagi. Bahwa perasaannya pada Ruben masih sama seperti dulu. Dia berusaha menutup-nutupinya dari Ruben pun percuma saja. Pria itu berhasil membangkitkan cinta Emery yang susah payah dikuburnya dalam-dalam.
***
Sebelum tidur, Emery kelihatan gelisah sekali. Dia tidak bisa tidur malam ini. ponselnya berdering, ada panggilan masuk dari Sean. Dia segera menjawab teleponnya.
“Hai, Sayang!” sapa Sean begitu lembut dan mesra pada kekasihnya. “Apa kabarmu hari ini?” tanyanya ingin tahu.