“Apa kamu baik-baik saja sekarang?” Ruben khawatir setelah mendengar Emery tersedak.
“Ya, aku tidak apa-apa,” balas Emery. Dia menenangkan diri terlebih dahulu. Sebelum melanjutkan kembali pembicaraannya dengan Ruben.
“Kenapa kamu diam aja?” Ruben menunggu Emery bicara.
Sempat hening beberapa saat. Setelah itu, Emery pun melanjutkan lagi pembicaraannya.
“Aku heran aja sama kamu. Bukankah dulu kamu takut sekali untuk menikah denganku?” Emery mengungkit pembicaraan Ruben di masa lalu.
“Itu dulu. Sekarang, aku berubah pikiran,” ungkap Ruben.
Emery tersenyum agak dipaksakan. “Aku tidak akan pernah melupakan kejadian malam itu. Saat kamu menelantarkanku sendirian di restoran itu sampai tengah malam.”
“Aku minta maaf. Kamu sudah tahu alasanku waktu itu, kan?” sesal Ruben.
Emery bangkit dari tempat duduknya. Lalu, dia beranjak pergi meninggalkan Ruben yang masih duduk meja makan. Sialan! Selera makannya langsung hilang karena pembicaraan Ruben yang tidak berfaedah.
“Emery!” seru Ruben.
Emery pergi sambil mendengus kesal. Dia juga membanting pintu kamarnya dan berhasil membuat Ruben mengelus dada.
“Ya Tuhan! Apa aku salah lagi bicara sama dia?” Ruben harus banyak interospeksi diri mulai sekarang. Karena setiap kata yang diucapkannya selalu saja melukai perasaan Emery.
***
Keesokan harinya, Ruben dibantu warga membereskan rumah sebelah. Rumah dinas itu akan menjadi tempat tinggalnya untuk sementara waktu. Hingga masa dinas menjadi dokter relawan berakhir.
Emery merasa lega. Akhir pekannya akan terasa damai dan tenang kembali. Setelah Ruben pindah ke rumah sebelah. Kini, sudah tidak ada lagi pengganggu yang setiap saat selalu merepotkannya. Dia bisa santai sejenak di rumah menikmati libur akhir pekannya sambil menonton tayangan televisi.
“Emery!” panggil Ruben di depan rumahnya.
‘Astaga! Apalagi ini? Kenapa dia sangat berisik?’ Emery baru saja bernapas lega, Ruben sudah berulah lagi.
“Mer, aku numpang ke kamar mandi, ya. Gerah sekali, mau mandi dulu,” kata Ruben yang langsung menerobos masuk ke rumah Emery tanpa permisi.
“Numpang mandi lagi?” Emery mengernyitkan dahi.
“Iya. Keran air di kamar mandi rumahku masih diperbaiki. Baru bisa digunakan besok,” Ruben beralasan.
“Oh, begitu rupanya.” Emery mengerti sekali kondisi rumah barunya itu.
Tunggu sebentar! Emery terlonjak kaget. Dia segera mencegah Ruben masuk ke dalam kamar mandinya.
“Jangan masuk dulu!” larang Emery.
“Ada apa? Kenapa aku tidak boleh masuk?” Ruben heran.