"Dari mana kamu tahu? Aku belum mengatakan apa-apa lho sama kamu," Emery heran.
Sienna membalikkan tubuh. Lalu, dia menunjukkan teleponnya.
"Pengumumannya sudah tersebar di grup kami," kata Sienna memberitahu.
"Oh begitu rupanya," Emery baru menyadarinya. Dia tidak terpikirkan ke arah sana tadi.
Ternyata perintah dari Profesor Rudiana sudah dipublikasikan di grup dokter relawan rumah sakit. Emery tidak tahu akan hal itu. Karena dia sudah bukan lagi bagian dari rumah sakit, tempatnya bekerja dulu.
"Aku akan berkemas sekarang. Aku pergi dulu ya, Mer," pamit Sienna.
Sienna berjalan cepat meninggalkan Emery. Lantas, Emery pun bergegas menuju tenda darurat. Dia tidak ingin membuat pasien-pasiennya menunggu terlalu lama.
Beberapa jam kemudian, Emery sudah selesai memeriksa pasien-pasiennya. Dia segera memenuhi panggilan dari kepala desa. Ada yang ingin disampaikan kepala desa pada Ruben dan para dokter relawan lainnya sebelum mereka kembali ke rumah sakit.
Kepala desa memberikan sambutan dan ucapan terima kasih pada Ruben karena sudah bersedia menjadi dokter relawan di desa mereka. Sebagai perwakilan dari dokter relawan, Ruben menghadap kepala desa untuk menerima cinderamata dari warga desa.
Saat itu, Emery menitikkan air mata. Rasanya baru kemarin dia bisa bersama dan menghabiskan waktunya dengan Ruben. Baik di pekerjaan maupun di rumah. Mulai besok mereka akan berpisah dan menjalani rutinitas masing-masing seperti dulu lagi.
Sienna menoleh ke arah Emery. Dia melihat Emery menyeka air matanya. Raut wajah Sienna pun langsung berubah, seperti ekspresi tidak senang dengan rujuknya hubungan sahabatnya dan Ruben.
Ketika Emery mengalihkan pandangannya, kedua mata antara dia dan Sienna beradu. Sienna tersenyum manis ke arah Emery, seolah-olah dia ingin menyemangati sahabatnya itu yang sedang bersedih saat ini.
"Semangat!" bisik Sienna pelan.
Emery membalasnya dengan senyuman. "Terima kasih," ucapnya sambil berbisik.
Malam ini, mereka akan mengadakan pesta perpisahan untuk Dokter Ruben dan rekan dokter relawan lainnya. Kepala desa menghidangkan banyak makanan lezat dan mereka berpesta hingga larut malam.
Semua orang bergembira dengan pesta itu. Sementara, Emery lebih suka menghabiskan waktu sendirian di belakang halaman balai desa. Seperti biasa, dia akan duduk menatap langit malam sambil menyeruput secangkir kopi.
Ruben menghampiri Emery di sana. "Apa kamu sedih aku akan meninggalkanmu lagi?"
Emery tersenyum menanggapinya. "Aku tidak ingin bersedih hati. Tapi, entah kenapa air mataku tiba-tiba menetes di pipi."
"Kamu pasti kaget karena aku pergi secara mendadak. Aku minta maaf atas kejadian ini," sesal Ruben.
"Itu bukan salahmu. Kita hanya menjalankan tugas sebagai seorang dokter. Tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja nanti," hibur Emery.
"Sayang, jujur saja aku tidak ingin jauh darimu. Aku selalu ingin ada didekatmu," ungkap Ruben.