Emery merenung sendirian di kamarnya, memikirkan semua perkataan Ruben tempo hari sebelum mereka berpisah di bandara. Tidak hanya kemarin, beberapa waktu lalu pun dia masih mempertimbangkan ucapan Ruben.
“Apa dia sungguh-sungguh mengatakannya? Atau dia hanya mengumbar janji-janji manis saja supaya aku percaya lagi kepadanya?” Emery gundah. Dia sampai bolak-balik di dekat tempat tidurnya.
Telepon Emery berdering lagi. Saat itu ada panggilan masuk, bersamaan, dari Sean dan Ruben. Emery sampai bingung harus menjawab yang mana terlebih dahulu.
“Kenapa mereka meneleponku di waktu yang sama?” keluh Emery.
Emery memejamkan kedua matanya lalu dia menekan tombol untuk menjawab salah satunya. Dan jarinya menekan ke tombol Ruben.
“Halo?” sapa Emery. Dia masih belum membukakan mata.
“Sayang, gimana kabarmu di sana?” sahut Ruben.
Emery lekas membuka matanya. Rupanya itu suara Ruben. Dia merasa lega karena pilihannya jatuh pada Ruben.
“Aku baik-baik saja di sini,” kata Emery.
“Kamu sudah makan malam belum?” tanya Ruben penuh pengertian.
“Sudah. Bagaimana denganmu?” Emery balik bertanya.
“Aku tidak bisa makan di sini tanpamu,” goda Ruben. Dia berhasil membuat Emery tersenyum.
“Makanlah! Aku nggak mau terjadi sesuatu sama kamu kalau kamu nggak makan. Kamu harus makan yang banyak. Pasti akan sangat melelahkan sekali bekerja di rumah sakit. Iya, kan?” cerocos Emery.
Kali ini, giliran Ruben yang ketawa. Dia senang sekali direcoki Emery seperti itu. Dia merasa bahwa Emery sudah seperti istri yang sesungguhnya, untuknya.
“Aku sangat merindukanmu, Sayang,” ungkap Ruben.
“Benarkah?” Emery tidak percaya.
“Hmmm, aku ingin pergi ke sana lagi. Aku kesepian di sini tanpamu,” kata Ruben sembari membayangkan momen-momen kebersamaannya dengan Emery.
“Aku akan berusaha lebih baik lagi. Supaya aku bisa mendampingimu di sana,” hibur Emery.
“Kamu harus melakukannya secepatnya, Sayang.”
“Satu tahun lagi. Kamu bisa menungguku, kan?”
“Itu lama sekali bagiku. Rasanya seperti penantian seribu tahun.”
“Tidak akan selama itu. Aku janji tidak akan lebih dari setahun.”
“Sayang ….”
“Ya?”