Emery kembali ke kampus. Sore ini dia masih ada kelas. Semoga saja dia tidak datang terlambat, harapnya.
“Aku pergi dulu, ya,” ucap Emery ketika hendak membuka pintu mobil.
“Sayang!” cegah Ruben. Emery menoleh.
“Jangan lupa kabari aku setelah kamu pulang, ya!” pesan Ruben. Emery mengangguk sambil menampilkan senyum.
“Tentu. Aku pasti akan mengabarimu. Bye!”
Setelah Ruben mengantarnya kembali ke kampus, Emery bergegas memasuki ruang kelasnya. Dia berlarian seraya menoleh kanan-kirinya, melihat keadaan sekitarnya. Apa Adrian masih akan memburunya dengan pertanyaan bodoh itu lagi? Dia jadi was-was sendiri.
“Aman. Dia tidak ada.” Emery mengelus dada. Dia pikir dia akan selamat karena Adrian tak lagi mengganggunya.
“Emery!” panggil salah seorang teman sekelasnya.
“Oh, hai!” sapa Emery dengan sangat ramah. Mereka bersama-sama memasuki ruang kelasnya.
Emery penasaran sekali dengan Adrian. Dia sempat bertanya-tanya pada teman sekelasnya itu. Menurut Selia, Adrian itu playboy kampus yang suka nyari masalah dengan mahasiswi di kampus. Apalagi jika dia menargetkan mahasiswi cantik untuk jadi pacarnya.
“Kamu harus berhati-hati sama Adrian. Dia itu tipe pasangan toxic yang terobsesi pada gadis cantik,” Selia memberitahu Emery.
“Oh, gitu ya?” Emery tersenyum sekilas menanggapinya.
“Apa dia memburumu lagi, Emery?” Selia penasaran. Emery mengangguk.
“Tadi pagi, dia mengejarku hanya karena ingin mendengar jawabanku,” kata Emery.
“Lalu, kamu bilang apa sama dia?” Selia makin ingin tahu.
Emery menggeleng. “Aku tidak mengatakan apa-apa. Dia juga mungkin sudah tahu kalau aku punya kekasih.”
“Kamu punya pacar? Siapa dia? Pria beruntung mana yang berhasil membuatmu jatuh cinta?”
“Ada seorang pria yang tergila-gila padaku. Dia bekerja di rumah sakit ini dan dia juga seniorku,” Emery memberitahunya.
“Aku jadi penasaran. Seharusnya kamu beritahu aku saja siapa pria itu,” desak Selia.
“Aku akan memberitahumu setelah aku menikah dengannya nanti. Hubungan kami masih sangat rahasia,” sahut Emery sambil berteka-teki.
“Baiklah. Aku akan menunggumu mengatakannya.”
Sesampainya di kelas, Emery duduk di bangku tengah. Dia sempat melihat Adrian baru saja tiba di kelas dan mencari-cari tempat duduk. Beruntung, waktu itu aula sudah dipenuhi mahasiswa-mahasiswi jurusan kedokteran.
Karena tidak mendapatkan tempat duduk di samping Emery, terpaksa Adrian duduk di belakangnya saja. Pandangannya selalu tertuju pada Emery, tak teralihkan. Pria itu sepertinya sudah dibuat Emery jatuh cinta pada pandangan pertama.