Cinta Sampai Mati

Nakshatra B.
Chapter #10

10

~ Hadiah untuk orang yang mencintai bukan sekadar kata-kata, tapi tujuan yang nyata. Seperti cinta yang kurasakan. Karena setelah mengenalnya lebih jauh, ternyata aku jadi semakin mencintainya. ~

 

~ POV. Dhea ~

 

Apartemen Dhea...

SERIUS?”

Aku terkekeh sambil menyisir rambut panjangku yang baru saja mengering setelah kukeringkan dengan hair dryer. Karena siang ini aku baru saja menceritakan ke Saskia lewat WhatsApp soal kejutan yang diberikan Barra padaku dan dia langsung datang karena penasaran dengan cerita lengkapnya. Aku senang sekali mendengar Saskia terdengar begitu antusias. Karena dia memang punya banyak waktu untuk itu. “Iya, Sas! Gue kaget banget dia tiba-tiba kasih gue mobil!” seruku penuh semangat. Sikap Barra memang begitu romantis. Kalau Saskia menilainya serius, laki-laki itu pasti benar-benar ingin serius. Karena mobil itu pasti bukti cintanya sama aku.

Aku bahagia sekali. Bukan karena hadiah mobil yang diberikan Barra, tapi sebenarnya aku jadi memikirkan perasaannya yang ternyata memang sedalam itu padaku sampai dia rela memberiku apa saja yang kubutuhkan walau tanpa diminta.

Tapi sekarang ini cuma Saskia yang aku percaya untuk mendengar ceritaku, selain tentunya adik-adikku. Suka-dukaku tinggal di Jakarta, mereka sudah tahu. Soalnya Saskia juga penasaran kenapa aku bisa meninggalkan kota Bandung. Sisi keras kepalaku dulu memang ingin keluar dari zona nyaman agar kehidupan aku dan keluargaku bisa jadi lebih baik dan aku memutuskan untuk menjadi konten kreator.

Dulu, aku sempat berharap bisa bertemu kekasih seperti Barra. Makanya aku senang sekali waktu Saskia ngajak aku datang ke acara pertunangannya walau aku nggak terbayang akan mengenal laki-laki sebaik Barra. Sekarang kami jadi sering makan siang bareng setelah dia mau tunangan sama Rexy, dan ngajak Saskia jalan-jalan dengan mobil baruku.

“Dia baik banget ya! Nggak kayak Rexy. Ke mana-mana aja, gue disuruh naik taksi kalau lagi males bawa mobil sendiri. Untung gue sayang. Berarti emang bener kata Rexy ya, kalau Barra itu cinta mati banget sama lo, Dhe.”

Aku cuma bisa cekikikan mendengar cerita Saskia. “Oh, ya?” Orangtua Saskia memang nggak membebaskan Saskia untuk pergi ke mana-mana sendirian tanpa supir. Aku maklum kalau dia begitu diperhatikan sampai seperti itu, karena dia satu-satunya anak tunggal mereka. Sedangkan aku harus berjuang demi keluargaku meskipun Papa masih ada biaya hidup untuk kami, tapi aku juga terkadang mengirim uang untuk adik-adikku supaya mereka bisa beli kebutuhan mereka. Barra juga mendukungku meskipun ini bukan sepenuhnya tanggungjawabku.

“Iya, Dhe. Mudah-mudahan kalian bisa nyusul nikah ya! Apa kita bareng aja nikahnya? Lo kan, udah dilamar sama fans lo. Dia nggak mungkin kecewain lo.”

Aku sontak tertawa. Pendapat Saskia sepertinya tepat sekali. Soalnya aku nggak pernah sadar kalau Barra sudah jadi pengikutku di LivesMe sejak lama. Mungkin sekitar beberapa tahun yang lalu, karena aku lihat post-ku yang paling lama saja dia sudah ada komentar di sana. Aku lebih sering melihat pujian darinya dan seringkali membelaku dari komen-komen haters-ku. Duniaku memang nggak sesederhana dunia Barra yang hanya berkutat di kantor atau mengatur perjalanan klien-kliennya tanpa perlu berurusan dengan para haters sedunia. Tapi melihat sikapnya selama ini, kayaknya cintanya memang nggak sesederhana itu.

“Aamiin, Sas!” kataku cepat dan bahagia. Karena orang-orang terdekatku juga setuju kalau aku jadian sama Barra.

“Terus, kapan kalian nyusul?” tanya Saskia. “Cowok sebaik dan seroyal Barra jangan sampe lepas, Dhe!”

Aku hanya tertawa lepas mendengar reaksinya yang begitu antusias dan nggak sabar. “Doain aja ya. Gue nggak pengin buru-buru sih. Lo tahu gimana kerjaan gue, keluarga gue, adik-adik gue. Semuanya masih berharap sama gue, dan gue cuma bisa ngarepin kerjaan gue yang nggak jelas setiap bulan ini.”

“Mudah-mudahan Barra bisa jadi calon suami yang tepat untuk lo, Dhe. Dia kelihatannya udah mapan. Ya, nggak, sih?”

“Iya, iya,” sahut gue sambil terkekeh.

Lihat selengkapnya