Cinta Sampai Mati

Nakshatra B.
Chapter #15

15

~ Segalanya terlihat indah ketika gue bisa membuktikan cinta gue lagi ke tuan putri kesayangan gue. Kalau lihat dia sedih, rasanya gue jadi serba salah. ~

 

~ POV. Barra ~


Kalau boleh milih jadi superhero, gue mau jadi pahlawan tanpa jasa untuk Dhea yang nggak peduli bagaimana pandangan orang-orang yang nggak mengenalinya. Karena gue sudah mencintainya dan tahu kesehariannya.

Walau Dhea punya banyak teman atau follower di LivesMe-nya yang bisa diajak ngobrol atau bertukar pikiran, katanya nggak semua bisa dihitung sebagai teman dan teman setianya hanya cukup satu, yaitu Saskia.

Seringkali Dhea jalan sama Saskia, atau sesekali berbaur dengan konten kreator dan teman-teman sesama pengguna LivesMe yang dia kenal dari sosial media. Tapi jumlahnya juga nggak banyak. Karena katanya dia mengakui lebih senang menikmati waktu ketika sendirian atau jalan-jalan sama gue dan Saskia.

Gue jadi terbiasa untuk menemani Dhea ke mana saja atau hanya sekadar jalan-jalan ke mal, salon, dan menjalani another girl activities lain. Seringkali gue cuma bisa menunggu dia di ruang tunggu atau keliling cari toko dan kafe dekat-dekat tempat yang dipilih Dhea hanya untuk sekadar memanjakan dirinya sendiri setelah seharian bikin konten atau ngedit kontennya itu.

Gue senang banget lihat Dhea bisa tertawa lepas seperti sekarang. Karena beberapa hari yang lalu gue sudah menemukan pembeli rumah orangtua ibu, dan prosesnya cukup lancar hingga uangnya bisa turun tadi. Gue jadi bisa bantu Dhea untuk bayar sewa apartemennya yang ternyata sudah nunggak dua bulan. Katanya, uang pendapatan dari hasil konten dipakai untuk orangtuanya.

“Jadi kamu kapan mau ngenalin mereka ke Ibu, sayang?” tanya gue penasaran. “Kayaknya aku nggak mau nunggu lama-lama lagi,” lanjut gue. Karena uang gue sudah lebih dari cukup setelah akhirnya rumah laku dan ibu sudah kasih sebagian uangnya ke gue. Katanya, ada bagian untuk Levi yang akan disimpan sama ibu.

“Hmm … nanti aku kasih tahu jadwalnya ya. Aku juga harus telepon mereka dulu, dan bulan ini aku sudah padat banget, sayang. Masih ada tempat-tempat baru yang mau aku jadiin lokasi bikin konten.”

“Oh, gitu ya, sayang.”

Dhea mengangguk semringah. Sepanjang jalan di pesisir pantai, gue melihat dia rekam video sebentar. Kelihatannya dia semakin semangat bikin konten waktu gue beliin dua ponsel baru yang lebih mahal dan punya spesifikasi lebih bagus dari ponsel lamanya tadi pagi.

Gue tersenyum menatapnya seteduh duduk di bawah pohon rindang di halaman apartemennya. Hari Minggu ini gue biasanya di-calling Rexy untuk main golf, sekarang nikmat mana lagi yang gue dustakan setelah gue bisa menemani Dhea bikin konten walau kesehariannya mottonya tiada hari tanpa syuting dengan ponselnya sendiri?

Kalau lihat ekspresinya tadi Dhea pasti juga nggak sabar mempertemukan kedua orangtua kami dan menikah sama gue. Semua terserah dia. Kalau dia bilang satu atau dua tahun lagi juga akan gue tunggu.

Bersamanya hati gue jadi tenang. Karena gue juga ingin banget bilang kalau nggak ada dia, gue nggak bisa sejatuh cinta ini. Tapi kayaknya dia juga sudah sering banget dengar gue bilang ‘I love you so much’ sampai gue nggak tahu lagi seberapa besar cinta gue ke dia.

“Oh, ya, beb! Makasih ya, karena kamu udah pinjemin aku uang untuk bayar apartemen. Nanti aku ganti ya, beb.”

“Nggak perlu, sayang. Kalau ada uangnya, buat kamu jajan aja. Kamu pasti butuh untuk bikin konten lagi, kan?”

Gue sontak terkejut lihat Dhea tiba-tiba mendekap gue, lalu mengecup pipi gue. Segalanya memang terlihat indah ketika gue bisa membuktikan cinta gue pada ratu kesayangan gue.

Lihat selengkapnya