KALAU boleh milih jadi superhero, gue mau jadi pahlawan tanpa jasa untuk Dhea selamanya. Walau dia punya banyak teman atau follower di LivesMe-nya yang bisa diajak ngobrol atau bertukar pikiran, katanya nggak semua bisa dihitung sebagai teman dan teman setianya hanya cukup satu, yaitu dirinya sendiri. Kadang dia seringkali jalan sama Saskia, atau berbaur dengan teman-teman sesama konten kreator yang dia kenal dari sosial media, tapi katanya dia mengakui lebih senang menikmati waktu ketika sendirian atau jalan-jalan sama gue.
Gue jadi terbiasa untuk menemani dia ke mana saja atau hanya sekadar jalan-jalan ke mal, salon, dan menjalani another girl activities lain yang gue cuma bisa nungguin dia di ruang tunggu atau keliling cari toko dan kafe dekat-dekat tempat yang dipilih Dhea hanya untuk sekadar memanjakan dirinya sendiri setelah seharian bikin konten atau ngedit kontennya itu.
Gue senang banget lihat dia bisa tertawa lepas seperti sekarang. Karena hari ini gue sudah bantu dia untuk bayar sewa apartemennya yang ternyata sudah nunggak dua bulan. Katanya, uang pendapatan dari hasil konten dipakai untuk orangtuanya.
“Jadi kamu kapan mau ngenalin mereka ke ibu, sayang? Kayaknya aku nggak mau nunggu lama-lama lagi.”
“Hmm … nanti aku kasih tahu jadwalnya ya. Aku juga harus telepon mereka dulu, dan bulan ini aku sudah padat banget, sayang. Bikin konten dan sekaligus menuhin kontrak promosi produk-produk kecantikan klien lama dulu.”
“Oh, gitu ya, sayang.”
Dhea mengangguk semringah. Kelihatannya dia juga nggak sabar mempertemukan kedua orangtua kami dan menikah sama gue.
“Kalo nggak ada kamu, mungkin aku akan tetap menikmati waktu sendirian dulu, sayang.”
Gue tersenyum menanggapinya dan menatapnya seteduh duduk di bawah pohon rindang. Bersamanya hati gue berasa tenang. Karena gue juga ingin banget bilang kalau nggak ada dia, gue nggak bisa sejatuh cinta ini. Tapi kayaknya dia juga sudah sering banget dengar gue bilang ‘I love you so much’ sampai gue nggak tahu lagi seberapa besar cinta gue ke dia.
“Aku mau bilang makasih ya, kamu udah pinjemin aku uang untuk bayar apartemen. Nanti aku ganti ya, sayang.”
“Nggak perlu, sayang. Kalo ada uangnya, buat kamu jajan aja. Kamu pasti butuh untuk bikin konten lagi, kan?”
Gue sontak terkejut lihat Dhea tiba-tiba mendekap gue, lalu mengecup pipi gue.
“I love you, sayang!”
Gue tertegun sejenak dan mengerjap grogi. “Love you more,” sahut gue sambil tersenyum. Semoga saja Dhea nggak sadar kalau gue sudah gugup setengah mati. Kalau melihat caranya memandang gue, rasanya gue nggak mau waktu terus berjalan dan membiarkan kehangatan cinta Dhea ini berlalu begitu saja.
Ternyata begini rasanya punya pacar yang ingin mandiri tapi gue nggak tega kalau dia kesulitan soal uang, dan nggak kasih dia uang untuk jajan lagi hanya karena dia bisa cari uang sendiri. Bagaimana pun caranya, gue harus bisa membuat dia bahagia. Karena cuma dia yang selalu bisa membuat hati gue yang selama ini seperti diletakkan di gurun es meleleh karena melihat senyumannya yang semanis ini.
***