ONE day, one trip. Itu sudah jadi motto gue sama Dhea sekarang. Alias, tiada hari tanpa jalan berdua sama dia. Mau pergi ke luar kota, atau ke Singapura dan mampir ke Malaysia tiap gue libur di akhir pekan. Kadang-kadang kami ke Thailand juga. Karena tiketnya juga nggak terlalu mahal dan cuma butuh paspor serta uang yang banyak tentunya. Jadi, gue nggak perlu ribet bikin Visa jalan-jalan segala kalau kami mau jalan-jalan tanpa menginap.
Kalau gue perhatikan, lumayan capek jadi Dhea. Karena dia bawa koper banyak banget. Satu untuk perlengkapan kontennya yang katanya berisi standing lamp, tripod, microphone, ringlight, peti make up, dan lainnya. Gue nggak ngerti apa saja barang-barangnya yang lain. Yang jelas, banyak. Lalu dua koper yang besar-besar berisi pakaian, aksesoris, sepatu, dan cemilan kami di perjalanan. Semuanya terpaksa gue yang bawa pakai trolley, karena Dhea selalu kepikiran untuk bikin konten apa saja di bandara.
Untungnya gue selalu punya satu hari untuk istirahat setelah liburan sama Dhea. Ya. Cuti yang selama ini nggak terpakai, gue bisa pakai untuk istirahat sebelum gue kerja esok harinya. Gue juga senang banget bisa jalan-jalan melihat dunia sama dia walau kaki gue hampir terlepas dari engselnya, dan mata gue sudah jadi satu watt di dalam pesawat. Gue heran gimana Dhea bisa tetap terjaga untuk bikin konten sebelum pesawat terbang, dan juga waktu pesawat mendarat. Seribet itu. Tapi dia senang banget menjalaninya.
Katanya, Dhea paling suka pergi ke Thailand, dan makan makanan yang aneh-aneh. Udang atau cumi hiduplah, atau segala serangga dan kalajengking yang ingin dia icip. Ngeri gue. Makanya cuma bisa gue lihatin dia saja sambil menelan air saliva gue. Lidah gue masih lebih lokal daripada dia. Tapi gue salut sama dia, karena bisa seberani itu demi konten.
Kalau dipikir-pikir, gue juga rela berkorban demi cinta gue sama dia. Sambil melihat-lihat Instagram ‘NicesTourTravel’ –akun resmi kantor, gue senang banget bisa lihat Dhea sebegitu bahagianya bisa menikmati cream soup sirip hiu sambil foto-foto dan bikin video singkat di kameranya. Sebelum ke kantor, gue sama Dhea memang sudah terbiasa cari sarapan dulu.
Sekarang Dhea cuma mau cobain makan sup krim sirip hiu yang katanya enak. Dia lihat ulasannya dari salah satu review-er tukang makan di TikTok. Pernah satu kali dia review makanan, katanya dia langsung dapat pesan untuk promosiin makanan yang dikirim dari salah satu manajer kafe yang sedang mencari orang untuk mengulas makanan khas Thailand mereka. walau tanpa bayaran, gue ikut senang mendengarnya.
Kegiatannya memang jauh bertolak belakang dengan gue yang hanya berkutat di kantor atau mengunjungi calon tempat wisata di luar kota yang ingin didatangi oleh turis lokal untuk memastikan karyawan-karyawan di kantor gue bekerja dengan baik mengurus segala sesuatunya. Seperti halnya perijinan dengan guide sekitar tempat itu, hotel, akomodasi, dan lainnya yang bisa di luar perkiraan kami.
Sementara Dhea bisa pergi ke mana saja yang ia suka, karena jamnya bisa sefleksibel itu. “Gimana, enak?”
Dhea mengangguk. “Parah, sayang. Enak banget! Dagingnya tuh lembut. Bumbunya juga pas gurihnya, dan nggak pedas juga.”
Gue tersenyum lebar. “Kira-kira kapan ya, kita ketemu orangtua kamu?” tanya gue nggak sabar. Dhea sontak terkejut mendengar pertanyaan gue, karena dia juga belum bahas soal itu dan gue selalu lupa karena saking serunya mengikuti keinginan Dhea untuk jalan-jalan keliling kota atau ke luar negeri.
“Oh, iya. Aku lupa bilang. Mereka mungkin baru bisa ketemu bulan depan, sayang. Soalnya mereka lagi Umroh.”
“Oh, ya? Kok aku baru tahu.”
Dhea meringis dengan manisnya dan mana gue bisa marah lihat ekspresinya yang begini. “Maaf, ya. Aku lupa,” katanya singkat.
Gue jadi ingin ikut senyum melihat raut wajah Dhea sekarang, karena otak promosi gue tiba-tiba jadi ikut jalan. “Next time, kalo mau Umroh juga bisa lewat kantor aku, kok,” jelas gue teringat gue memang belum sempat jelasin pekerjaan gue dengan lebih terinci sama dia. Mungkin dia sibuk dan nggak sempat ngelihat Instagram kantor gue juga.