Cinta Sampai Mati

Nakshatra B.
Chapter #27

27

~ Cinta Ibu adalah segalanya. Tapi cinta gue sama Dhea juga lebih dari yang mereka tahu. Gue ingin berbakti, tapi gue juga nggak bisa berhenti mencintai. Siapa yang jadi urutan pertama kalau dua-duanya sama-sama penting? ~


~ POV. Barra ~


Pukul 20:01 WIB

Di Ruang Tengah…

SUASANA rumah jadi dingin gara-gara pertanyaan Levi dan kami sudah duduk saling berhadapan dan melempar tatapan khawatir. “Bu? Apa Levi harus tahu masalah aku?”

“Ibu nggak pernah kasih tahu kakak kamu, Bar,” seru Ibu sambil menatap gue serius. Kalau memang Ibu belum kasih tahu Levi, lalu bagaimana Levi bisa tahu soal itu?

“Bu, sekarang aku mau Ibu sama Barra jujur sama aku.”

Ibu menatap Barra yang hanya menunduk dengan raut kebingungan. “Tapi, Lev…”

“Seharusnya Ibu nggak belain dia terus. Karena aku selalu dengar semua percakapan Ibu sama Barra.”

Gue kembali menatap Levi. “Selama ini gue udah cicil hutang buat nebus BPKB mobil, Lev. Lo nggak perlu khawatir. Ibu juga udah percaya sama gue kalau gue bisa balikin uang dan BPKB mobilnya yang gue gadai,” seru gue berusaha menenangkan suasana di antara kami sekarang.

“Tapi Ibu lagi sakit, Bar. Kenapa lo masih bisa pinjem uang terus-terusan? Gue lihat-lihat kehidupan lo sama Dhea juga selama ini baik-baik aja, kan? Nggak. Gue rasa seluruh dunia juga tahu gimana keseharian lo sama Dhea sekarang. Gue cuma berharap kita nggak kasih beban pikiran ke Ibu cuma demi kesenangan kalian berdua.”

Gue terkejut banget Levi bisa ngomong tegas dan ketus begini ke gue. Bukannya belain gue, tapi malah nyalahin gue. Kelihatannya dia memang mendengar percakapan gue sama ibu meski gue atau ibu memang nggak pernah bahas soal gue pinjem uang dari hasil penjualan rumah kakek ke dia. Gue coba menebak ulang kondisi malam itu. Apa mungkin dia nggak benar-benar tidur di kamarnya dan tahu pas gue ngobrol di kamar ibu waktu itu? Gue benar-benar lihat kilat amarah di matanya. Apa dia memang benar-benar tahu semuanya selama ini dan dia milih diam saja di depan gue?

“Lo nggak perlu memperkeruh keadaan, Lev,” seru gue berusaha tetap tentang. “Gue pasti bayar kok hutang-hutang gue.” Selain karena gue nggak mau nambah masalah sama Levi, gue juga nggak mau berantem sama dia hanya karena surat BPKB mobil dan uang warisan ibu gue pinjam untuk sementara waktu. Tapi Levi kayaknya nggak lebih pengertian dari ibu. Makanya gue harus bisa terima amarahnya sekarang.

“Tapi dia belum jadi bagian keluarga kita. Dia nggak berhak pakai uang warisan Ibu untuk alasan apa pun, Bar. Pikir lagi, Bar. Gara-gara lo, keuangan Ibu jadi nggak karuan. Tahu nggak, setiap malam makanan buat Ibu di meja jadi seadanya aja. Sementara lo sendiri tahu ibu lagi sakit dan nggak bisa makan sembarangan. Belum lagi listrik juga bisa tiba-tiba mati karena ibu nggak ada uang untuk beli token. Padahal gue udah kasih uang bulanan untuk dia. Apa lo udah nggak rela ngasih uang ke ibu gara-gara Dhea?”

Gue tersentak mendengar teguran halus Levi dan hanya bisa menatapnya dengan pikiran berputar keras. Gue nggak tahu perkembangan keseharian ibu kalau di rumah, karena gue terus pulang malam setelah jalan-jalan sama Dhea. Tapi dari mana Levi tahu soal hutang gue yang banyak di bank? Gue langsung menoleh ke ibu yang kini ikut menatap Levi penasaran. Gue nggak pernah cerita itu ke ibu juga. Jadi, ibu nggak mungkin tahu.

Mudah-mudahan yang dimaksud Levi adalah gue menjual rumah orangtua ibu dan berhutang banyak di bank karena cicilan hutang mobil gue bertambah. Bukan cicilan-cicilan hutang belanjaan Dhea. Kayaknya gue nggak perlu bahas soal itu, karena itu urusan gue dan Dhea meskipun pertanyaan Levi tadi memang benar. Gue sudah pakai kartu kredit untuk belanja sama Dhea. Demi cinta gue, apapun akan gue usahakan. Bahkan demi menutupi cicilan hutang, tiap malam gue sudah lembur kalau gue nggak jalan sama Dhea. “Lev, yang jelas, gue akan tanggungjawab. Ok?”

“Yakin?”

“Lev? Ibu nggak mau kalian berantem.”

“Iya, Bu. Levi cuma udah capek ngingetin dia. Seharusnya influencer selevel Dhea tahu masalah kita dan bisa nasehatin Barra supaya dia nggak terus-terusan memenuhi keinginannya. Levi memang cuma melihat keadaannya dari luar, tapi dia pasti kasih pengaruh besar sampai Barra salah ambil keputusan kayak gini.”

“Lev, kamu itu anak Ibu yang paling tua. Harus bisa selesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Ya! Biar gimana pun dia adik kamu.”

“Tapi dia lebih belain gadis itu daripada kita, Bu. Dia lebih mencintai gadis itu sampai mati daripada kita yang udah tinggal bareng dia dan sayang sama dia dari kecil….”

“Lev, lo jangan kelewatan gitu kali. Gue masih sayang kok sama kalian.”

Levi cuma menatap gue prihatin. Padahal gue lagi nggak butuh dikasihani. Karena gue nggak keberatan sama sekali kalau tahun ini keuangan gue sedang diuji. Gue dan Dhea pasti bisa mengatasi masalah ini kalau kami sudah menikah nanti.

“Sekarang ini gue bukannya belain Dhea, Lev. Tapi dia calon istri gue. Calon keluarga kita juga.”

Lihat selengkapnya