Cinta Sampai Mati

Nakshatra B.
Chapter #21

21

PEMAKAMAN di Tanah Kusir nampak begitu sepi setelah para pengubur yang hanya dihadiri oleh keluarga kami dari Surabaya, tetangga. dan kerabat-kerabat orangtua kami pulang. Levi terus menyalami para pengubur yang hendak pamit setelah berdoa untuk ibu.

Sedangkan gue hanya bisa bersimpuh dan mematung di sisi batu nisan kedua orangtua gue. Ibu selalu ingin dimakamkan di sisi ayah dan kami sudah mewujudkan harapannya yang selama ini nggak pernah gue anggap serius. Karena gue masih ingin ibu berumur panjang dan gue selalu menganggapnya hanya obrolan yang tak penting saja.

Di balik selendang hitam yang dipakai Dhea sebagai kerudungnya, tiba-tiba dia menggenggam tangan gue dan menatap gue lekat dengan senyuman penuh penghiburan seolah dia ingin kembali merekatkan jantung hati gue yang ikut terbelah karena kepergian ibu.

Nggak lama gue langsung menggandeng Dhea meninggalkan Levi tanpa basa-basi lagi. Gue sama Levi sudah seperti orang yang lagi bermusuhan. Tapi kami berdua coba untuk tetap tersenyum kalau ada yang menyapa dan ngajak kami berbincang mengenai ibu. Gue lihat adik-adik Dhea juga datang hari ini dan mengucap belasungkawa ke gue dan Levi. Katanya, mereka juga akan datang ke rumah bareng orangtua Dhea untuk tujuh harian ibu.

Orangtua Dhea benar-benar sudah menganggap gue seperti anak sendiri. Karena dia langsung pergi ke Jakarta tadi malam setelah gue memberitahu Dhea soal ibu dan mereka langsung ikut bantu gue untuk mengurus pemakaman ibu hari ini.

Tapi gue masih ingin bicara soal Levi ke Dhea. Karena gue khawatir kalau gue tetap menikah sama dia, hubungannya ke Levi masih kurang baik karena masalah yang sedang gue hadapi sekarang. Gue juga nggak bisa membayangkan kalau rumah tangga gue masih dirundung masalah keuangan seperti ini. Cepat atau lambat, Dhea memang harus tahu dan gue akan mendengarkan nasehat Levi kali ini.

“Dhe, kamu tahu nggak kenapa Levi kelihatannya seperti nggak suka sama kamu?”

Dhea menggeleng. “Kenapa kamu tanya aku? Harusnya itu yang aku cari tahu dari kamu. Kalian ‘kan, tinggal bareng. Apa dia sama sekali nggak cerita alasannya?”

Gue bergeming sambil tetap memutar otak gue untuk menjelaskannya tanpa menyinggung perasaannya juga.

“Jangan-jangan selama ini dia berharap kita putus.”

“Astaghfirullah. Nggak, sayang. Nggak kayak gitu,” tepis gue.

“Soalnya dia dingin banget waktu aku dateng semalem. Mau nyapa aku aja nggak,” seru Dhea terheran.

Gue bersyukur Levi memilih sikap seperti itu daripada keluar kata-kata pedasnya yang lain dan membuat Dhea nggak mau kembali ke rumah orangtua kami lagi. Sebenarnya dari dulu gue ingin mencicil rumah sendiri, tapi ibu ingin gue tetap tinggal sama-sama sampai kami menikah nanti. Gue cuma bisa berharap Levi mau menerima Dhea. Walau dia tahu pengeluaran gue demi Dhea memang banyak sekali dan dia lihat gue naik taksi ke kantor beberapa minggu terakhir ini.

Lihat selengkapnya