Cinta Sampai Mati

Nakshatra B.
Chapter #22

22

HARI ini saudara Dhea sudah datang ke rumah dari jam tujuh malam dan sekarang beberapa tetangga serta saudara kami yang ikut datang mendoakan ibu sudah pulang satu per satu. Mereka masih syok juga waktu ibu tiba-tiba pergi, dan gue nggak bisa menjelaskan apa-apa selain kondisi jantung ibu yang sudah tinggal berapa persen saja ketika kami memeriksa hasil rontgen-nya bulan lalu.

Di depan saudara Dhea, gue juga nggak bisa menyiapkan apa-apa seperti yang pernah diceritakan Dhea waktu itu. Tapi gue rasa mereka juga memaklumi keadaan gue sekarang. Lagi pula mereka tahu gue juga belum sempat diundang Dhea ke rumahnya yang di Bandung. Dhea sudah minta maaf ke adik-adiknya juga soal itu. Karena waktu itu gue sama Dhea sepakat untuk undang orangtuanya saja ke restoran untuk perkenalan sekaligus minta doa restu dari mereka.

Selama ini waktu gue lebih banyak untuk jalan-jalan sama Dhea daripada mengenal keluarganya. Dia juga sibuk banget, dan gue terlena. Ya. Gue pikir hanya dengan bertemu dia, gue merasa cukup memberitahu kabar baik untuk pernikahan kami saja dan nggak perlu terlalu mengenal atau dekat dengan keluarganya yang lain juga. Karena kesibukan, Dhea juga nggak terlalu terlihat dekat dengan saudara-saudaranya yang lain. Gue pikir itu normal, dan gue nggak keberatan juga kalau Dhea cuma kasih tahu nama adik-adiknya lewat foto-foto dari ponselnya waktu itu.

Dhea tahu kalau sebenarnya gue nggak mau kami ketemu dalam keadaan seperti ini, dan dia juga sempat minta maaf karena belum sempat ajak gue ke Bandung untuk kenalan sama adik-adiknya. Jadi, semua memang harus gue hadapi sekarang. Suka atau nggak, gue harus tetap memasang senyum menyambut kedatangan mereka yang ingin menghibur gue atau Levi dan mendoakan ibu.

“Hai, Kak.”

Gue sontak menoleh dan melihat gadis dengan potongan rambut seperti gue. Modelnya gabungan antara model undercut dan french crop dengan potongan samping agak tipis, bagian belakang yang lembut, dan sedikit panjang di atas hingga gue bisa menatanya jadi spike sewaktu-waktu kalau gue mau ke kantor. Siapa namanya? Yang gue ingat cuma kue lapis … oh, Dinda!

“Gue nggak pernah lihat kakak gue sebahagia ini. Apa rahasianya?”

Gue mencelos, dan tersenyum kecil mendengar Dinda.

“Din, ini bukan saat yang tepat bahas soal itu.”

Farah tiba-tiba menghampiri kami dan menatap Dinda dengan bola matanya yang membesar. Gue ingat dia karena waktu di foto rambutnya panjang dan model potongannya seperti Dhea.

“Oke, Kak. Aku cuma tanya kok. Soalnya akhir-akhir ini Kak Dhea ….”

“Ssssh,” seru Farah lagi.

“Iya-iya.”

Gue menatap keduanya seperti bertengkar kecil hanya karena Dhea. Apa Farah cemburu karena Dinda mengagumi Dhea? Gue sedikit paham maksud Dinda, karena dia bicara dengan raut wajah yang bahagia sekali.

“Kakak suka ngetrek di Sentul ya?”

Gue tersentak mendengarnya. Ternyata Dinda memang benar-benar tomboi sampai tahu bahasa balapan. Gue cepat menggeleng. “Nggak. cuma pernah sekali.”

“Wah! Keren banget, Kak! Mobil kakak pasti lebih cepat dari yang lain ya!”

Gue terkekeh kecil dan mengangguk saja. Memang kecepatannya lumayan, tapi rekening gue juga lumayan abis banyak untuk bayar cicilannya tiap bulan.

“Kak Farah, Kak Dinda … dipanggil Mama,” seru seorang gadis berkacamata kotak kecil warna hitam dan hanya sekilas menatap gue lalu tertunduk malu-malu lagi.

Kalau yang ini pasti Lulu. Gue bisa lebih mudah mengenalinya setelah Dhea memberitahu. Mereka juga hanya terpaut satu tahun, jadi terlihat masih jauh lebih muda dari Dhea yang lahir lima tahun lebih dulu.

Farah dan Dinda langsung berpamitan dan adik Dhea yang lain menghampiri gue. kalau yang ini rambutnya sepipi. Waktu dia melangkah dan rambutnya ketiup angin, gue bisa lihat pipinya yang tambun dan memerah karena riasan di wajahnya.

“Halo, Kak Barra, kalo nikah sama Kak Dhea … aku siap bantu lho! Aku tahu makanan dari catering mana yang enak-enak.”

“Oh, gitu. Siap-siap! Nanti aku atau Kak Dhea kabarin lagi ya,” seru gue ke Melly. Namanya gue ingat banget, karena itu vokalis yang selalu jadi favorit Dhea dan setiap naik ke mobil selalu ingin diputar lagu itu. Dari postur tubuhnya memang lebih subur dan chubby juga daripada yang lain. Karena hubungan kami masih agak berjarak, nggak ada perkenalan khusus di antara kami. Dhea juga masih sibuk bikin konten dan nggak mengharuskan gue untuk kenalan sama adik-adiknya.

“Aku juga setuju kalo Kak Barra nikah sama Kak Dhea. Tapi ….”

Lihat selengkapnya