Cinta Sampai Mati

Nakshatra B.
Chapter #2

2

~ POV. Dhea ~


Lantai 5, apartemen Dhea, di Jakarta Selatan...

Pukul 22:03 WIB.


AKU mematut diriku di cermin setelah memoles lipstik merah muda ke bibirku. Sepertinya penampilanku malam ini sudah sesempurna dress santai warna putih dengan lengan lonceng kecil yang melekat di tubuhku.

Aku selalu berusaha menaruh semangatku setiap ingin membuat konten. Perasaan senang ini selalu kudapatkan setiap aku membuka layar ponselku. Meski pekerjaan jadi konten kreator cukup berat, tetap saja nggak sebanding beratnya jadi tulang punggung keluarga. Tapi untuk bertahan tinggal sendirian di kota ini saja sudah merupakan kemajuan untukku. Aku memang ingin merantau dan meninggalkan zona nyamanku.

Aku harus bisa fokus memikirkan konten-konten baru untuk beberapa hari ke depan. Karena hari-hariku bukan hanya selalu dikejar harapan orangtua dan adik-adikku yang nggak tinggal bersamaku. Namun, aku juga harus membayar hidupku sendirian di sini. Sungguh tak terbayang oleh hidupku saat aku masih sekolah dulu, kalau inilah jalan yang akan kutempuh seorang diri. Karena aku belum punya kekasih hingga saat ini.

Kalau sedang buntu seperti malam ini, rasanya semua tema tentang kehidupan sudah pernah kubahas di LivesMe-ku. Tapi kalau melihat konten-konten orang lain di media sosial ini, ternyata aku hanya menjamah masalah-masalah hidup sekian persen saja. Otakku seakan nggak bisa berhenti memikirkannya dan ingin sekali membahasnya di video-videoku berikutnya. Entah untuk urusan cinta, keuangan, sampai hal-hal nggak penting lainnya hanya karena aku penasaran ingin membahasnya di videoku yang terbaru nanti.

Senyumku yang selalu tampil di layar ponsel seketika berubah karena Dinda menelepon. Aku buru-buru menyudahi rekaman videoku, dan menerima teleponnya. Aku bisa merekamnya lagi untuk memperbaiki yang kurang nanti. Panggilan adikku ini mau nggak mau harus kujawab, karena aku juga merindukannya.

“Ya, Dinda? Kenapa? Kakak lagi bikin video,” sahutku sembari merebahkan tubuhku sejenak di tempat tidur dan menempelkan ponselku ke telinga.

“Oh, sori-sori, Kak, kalo aku ganggu.”

Biasanya kalau Dinda sudah menelepon, aku tahu apa yang dia butuh. “Nggak apa-apa. Nanti Kakak kirim ya!”

“Makasih, Kak. Soalnya besok aku ada les Fisika. Kata Mama, coba minta ke Kakak dulu.”

Lihat selengkapnya