~ Kenapa akhir-akhir ini dia jadi memberiku ragu? Bukannya selama ini dia bahagia dan mau menikah denganku? Semoga ini cuma perasaanku saja. ~
~ POV. Dhea ~
“JADI lo mau pindah, Dhe?”
Setelah bikin konten saat berkunjung ke kafe yang ada di Kemang ini, selera makanku jadi hilang mendengar pertanyaan Saskia. Padahal aku cuma bilang lagi cari-cari apartemen yang ada di daerah Jakarta Pusat. Mungkin di sana lebih murah daripada apartemen yang ada di Kalibata. “Kalau jadi, Sas. Gue lagi nunggu kabar dari Barra,” kataku. Karena sudah beberapa minggu ini aku sudah meminta keringanan waktu untuk membayar sewanya telat walau kontrak sewanya untuk setahun. Jadi, sepertinya nggak apa-apa kalau aku memberi waktu lagi untuk Barra.
“Ooh, gitu. Pokoknya kalau lo berdua nikah, gue siap bujuk nyokap gue biar lo berdua bisa dapet tempat yang bagus dengan harga okelah. Soalnya, kenalan rekanan venue dia udah banyak, Dhe.”
Aku hanya tertawa renyah. “Iya. Siap! Makasih ya, Sas,” sahutku sambil kembali mencolek saus dengan kentang goreng di piring kami. Karena aku memang terbiasa untuk sharing camilan dengan Saskia.
“Sama-sama, sayang. Gue jadi nggak sabar nunggu undangan dari kalian berdua, Dhe. Rexy juga selalu tanya soal kapan Barra sama lo nikah.”
“Iya, Sas.”
“Trus, kenapa lo kelihatan bete? Kalian lagi nggak berantem, ‘kan?”
“Nggak kok. Cuma males aja baca komentar akhir-akhir ini. Konten gue yang ngebahas pilihan ibu-ibu muda jadi rame banget yang komen. Memangnya salah ya, nikah muda? Cita-cita gue memang berumah tangga sebelum gue tua, Sas. Tapi ya, lo tahu kalau ekonomi nggak bisa bohong. Baru kali ini aja gue ketemu Barra.”