~ Apa ini titik tamat perjuangan gue untuk meraih cinta Dhea? Apa gue memang bukan jodoh yang tepat untuk mencintainya? ~
~ POV. Barra ~
AKHIRNYA gue bisa bicara baik-baik sama Dhea. Kami sudah sama-sama membuang emosi dulu saat kami duduk bersebelahan di kursi dekat halaman apartemen ini. Untung sepi. Kalau nggak, gue bisa malu kalau dia marah-marah kayak waktu di komplek rumah gue.
Tapi waktu gue menoleh dan menatap Dhea, entah kenapa sorot matanya nggak enak banget. Gue berasa lagi diadili di kursi panas. Belum lagi dia sekilat pandangan terlihat sedih waktu membalas tatapan gue. Hati gue perih lihat dia sekecewa ini. Padahal seharusnya hidup gue yang sedang getir-getirnya.
“Bar, daripada kita berantem terus, aku pergi aja dari hadapan kamu selamanya ya?”
“Astaghfirullah! Jangan bilang gitu, Dhe. Dosa. Belum lagi nanti kamu tersiksa dan aku nggak bisa nolongin. Aku nggak mau. Aku cuma mau kita berubah, sayang,” ucap gue seraya tersenyum walau sedikit agak terpaksa. Yang penting, Dhea nggak berpikir yang aneh-aneh lagi. Cukup kalau dia lagi ngonten yang lucu-lucu aja.
“Maksud aku, kita nggak usah ketemu lagi.”
“Ooh, kirain…”
Dhea mengernyit heran. “Kirain apa?”
Gue hanya meringis. Karena gue kira Dhea mau mengakhiri hidupnya hanya gara-gara patah hati sama gue. “Sebenarnya aku nggak mau ninggalin kamu. Tapi…”
“Berubah gimana?” Dhea memotong ucapan gue. “Kamu sendiri tahu kerjaan aku itu cuma ngonten. Masa kamu nggak bisa support aku lagi?”
“Bisa. Tapi aku udah bilang soal keuanganku. Kalau kita hidup biasa-biasa aja gimana?”
“Jadi, selama ini kita nggak biasa-biasa aja? Kamu mau nyalahin kerjaan aku?” Dhea menepis ucapan gue, dan gue jadi ingin menahan tawa yang begitu getir.
Sepertinya kehidupan Dhea memang sudah jauh berbeda dari keseharian gue yang nggak pernah seribet hidup dia. Mau makan saja harus bikin konten. Nggak. Nggak cuma itu.
“Maksudku, nggak ada yang salah sama usaha kamu bikin konten. Tapi aku nggak bisa nurutin semua keinginan kamu terus. Aku punya keterbatasan sekarang, dan semua demi kita berdua juga.”