Istri Dari Masa Depan

Rizka Dahlila
Chapter #3

Masa Depan

"Sudah aku katakan Tio, aku anakmu. Datang ke sini karena ingin menemuimu."

"Tunggu, tungggu. Jadi kamu benar anakku?"

"Dari masa depan," sambung wanita dewasa itu lagi.

"Itu artinya, aku akan menikah lalu punya anak dan anakku adalah kamu?" 

"Yap, itu benar."

"Siapa ibumu? Ah tidak... siapa istriku? Siapa yang menikah denganku sampai bisa memilikimu?"

"Bela, Sabela Anastasya."

Mata Tio membesar. Ia menepuk-nepuk pipinya yang seketika memerah.

"Benarkah? Apa itu memang benar terjadi? Aku menikah dengan Bela?"

"Benar, kalau tidak bagaimana caranya aku bisa ada."

"Tapi... itu mustahil terjadi. Aku dan Bela tidak saling kenal bahkan aku dan dirinya tidak pernah bertegur sapa sama sekali."

"Siapa bilang," ucap wanita dewasa itu. Membuat Tio menaikkan satu alisnya. Wanita dewasa itu melanjutkan perkataannya, "kejadian barusan yang kamu alami adalah salah satu bukti kamu akan dekat dengan Bela Tio. Hanya sedikit lagi kamu bisa meraihnya. Karena itu aku datang ke sini."

"Maksudmu?"

"Aku akan membantumu, bersatu dengan ibuku."

"Tunggu! Hal ini membuatku berfikir dengan keras. Anakku datang dari masa depan untuk menolongku menikah dengan ibunya? Benar?"

Wanita dewasa itu mengangguk kemudian tersenyum dengan lebar.

"Astaga," ucap Tio sambil tertawa. "Ini seperti mimpi. Lalu apa yang akan kamu lakukan?" 

"Tentu saja aku akan membantumu. Ehmm... Ayah. Asal, kamu bisa memberikanku tempat tinggal."

"Kalau kamu benar-benar anakku dan bisa membuktikannya. Aku akan mengizinkanmu tinggal di rumahku."

"Baiklah, kalau begitu... masuklah kembali ke dalam sekolah. Saat bel istirahat tiba. Duduklah di kantin, tepat di tempat duduk paling sudut sebelah kiri. Tapi jangan duduk menghadap ke kerumunan orang-orang. Duduklah dekat dinding dengan posisi badan membelakangi kerumunan. Pesanlah jus jeruk dan tunggulah selama lima menit. Itu kalau kamu ingin membuktikan ucapanku."

"Kalau aku melakukannya, apa yang akan terjadi?"

"Rahasia, pokoknya jalani saja apa yang aku perintahkan. Yang pasti, apa yang aku katakan tidak jauh-jauh dari Bela. Tapi ingat, saat sesuatu terjadi dan itu membuatmu senang. Kamu harus mengizinkanku tinggal di rumahmu."

"Baiklah, aku berjanji. Tapi aku harus membuktikannya lebih dulu." 

"Aku akan menunggu," ucap wanita dewasa itu.

Tio hendak berbalik, pergi meninggalkan wanita dewasa itu. Tapi ia mengingat sesuatu. Untuk itu, ia memundurkan langkah dan berbalik. Tepat di depan sang wanita dewasa yang masih menatapnya dengan tersenyum.

Lihat selengkapnya