Grasto sangat perhatian dengan kehamilan Seruni, hanya saja kadang perhatiannya sangat berlebihan. Seruni secara positif menganggap perhatian itu, sebagai tanda kasih sayang Grasto terhadapnya.
Grasto ingin merekrut pembantu, agar Seruni tidak bekerja berat, namun Seruni menganggap belum perlu, karena pekerjaan di rumah masih bisa ia tangani.
"Runi, kayaknya kita harus cari pembantu deh"
"Buat apa mas? Aku masih bisa kerjakan sendiri kok"
"Kamu gak boleh kerja terlalu berat sayang"
"Biar kamu ada yang temani dirumah, jadi kalau ada apa-apa sama kamu ada yang bantu"
"Gak usah mas, aku gak nyaman ada orang lain dirumah ini"
Grasto akhirnya mengikuti keinginan Seruni, tapi dia tetap was-was meninggalkan Seruni di rumah sendirian, dia sangat kuatir dan peduli dengan kehamilan Seruni.
Pagi itu sebelum berangkat kerja, Grasto dan Seruni bercengkrama dengan sangat mesra. Ada kebanggaan Grasto dengan kehamilan Seruni, dia yang selama ini merasa tidak mampu membuahi Seruni, ternyata Seruni ditakdirkan Tuhan bisa hamil.
Meskipun Seruni merasa kehamilannya adalah akibat perbuatan Karta, namun Grasto tidak ingin menanggapi prasangka Seruni tersebut, dia sangat yakin kalau benih dalam kandungan Seruni adalah buah cintanya dengan Seruni.
Banyak kelakuan aneh Grasto pagi itu, yang dianggap Seruni tidak seperti biasanya. Grasto mengusap-usap perut seruni, dan menciuminya, meskipun perut Seruni belumlah terlihat seperti orang hamil pada umumnya, karena kehamilan seruni baru masuk satu bulan.
"Runi kok mas malas banget ya mau ke kantor?
"Emang kenapa mas? Apa yang membuat mas malas ke kantor?
"Situasi di kantor sudah kurang enak, itu dampak dari situasi politik yang gak bagus "
"Kalau hati mas berat untuk ke kantor, sebaiknya jangan pergi, aku takut nanti ada masalah di jalan"
"Benar juga sih kamu, ayah mas juga pernah kasih nasehat gitu"