Cinta Sepotong Pensil

Aizawa
Chapter #1

Bab 1

Remaja pria berpakaian seragam putih-biru mengambil tas di atas kasur, lalu menyandarkannya ke punggung. Ketika akan melangkah mendekati pintu kamar, ia teringat sesuatu. Lantas berjalan menuju meja yang terletak di dekat jendela, membuka laci, kemudian mengambil kotak kayu persegi panjang, mengeluarkan pensil berwarna biru muda. 

Pensil itu tak lagi utuh, tampak patahan tak rata di bagian ujungnya, dan sisi lancip di ujung satunya. Ada ukiran huruf ‘R’ besar di tengah-tengah badan pensil. Mata sipit lelaki itu semakin mengecil, tatkala seulas senyum hadir di wajahnya yang putih, “Kamu aman di sini. Dua tahun sudah.”

Lelaki berwajah oriental itu bergegas keluar kamar setelah mengembalikan pensil ke dalam kotak dan memasukkannya ke laci. Ia menuruni tangga sambil bersiul. Sampai di lantai bawah, terdapat banyak barang elektronik, seperti lemari es, televisi tabung, kipas angin, radio tape dan alat elektronik lainnya. Bocah berambut lurus menuju bagian depan ruko, dilihatnya lelaki berumur lebih dari empat puluh tahun baru saja selesai berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon.

“Pah, Rain berangkat ya,” ucap remaja lelaki berbadan tegap itu, sambil mengulurkan tangannya.

Pria paruh baya—dengan tipikal bentuk mata sejenis bocah di hadapannya—meletakkan gagang telepon ke tempatnya, dan menyambut uluran tangan lelaki bernama Rain itu. Rain mencium punggung tangan pria paruh baya yang ia panggil papah.

“Hayya, jagoan Papah jangan lupa berdoa nanti sebelum ngerjain soal-soal Ebtanas.”

“Insyaallah, Pah. Rain belum lupa, kok. Rain akan selalu ingat pesan Papah.”

Rain baru saja akan keluar dari ruko, tatkala suara papahnya memanggil, Rain menghentikan langkah dan menoleh ke belakang.

“Mulai malam ini Rain tidak usah menginap di ruko, ya. Hari ini toko tutup lebih cepat. Papah tunggu Rain di sini. Nanti kita pulang sama-sama.”

“Oke, Pah. Rain ngerti. Semoga toko bisa rame lagi kayak sebelumnya.”

***

Rain masuk ke kelas, lalu meletakkan tas di meja. Terdengar suara gadis-gadis yang juga baru memasuki kelas. Rain tersenyum ketika seorang gadis berponi dengan rambut lurus sebahu, muncul dari balik pintu. Gadis berkulit kuning langsat itu membalas senyum Rain, dan berjalan mendekat. 

“Kamu jadi pulang sekolah jaga toko lagi? Biasanya cuma pas libur sekolah saja, akhir-akhir ini tiap hari jaga toko terus,” cecar gadis manis di hadapan Rain.

“Mau lebih cepat nambah uang saku, biar pas masuk SMA sudah ada motor sendiri. Kenapa? Kangen ya, tidak bisa pulang bareng lagi?”

“Yeee, enak saja. Emang kamu siapa, pake kangen segala. Kita ‘kan lagi ujian kelulusan, kalo jualan terus, nanti belajar kamu terganggu. Lagian kamu ‘kan belum tujuh belas tahun, belum bisa punya SIM, lagi pula ortumu ‘kan mampu beliin.”

 “Kata papah kalo mau motor baru, aku harus usahain minimal separuh duitnya.”

“Eh iya, aku lupa kalo kamu sejak SD sudah dididik biar pinter cari duit.”

Lihat selengkapnya