“Kelas….. Hmm….. Ah, Kelas III-6..”, gumamku yang sedang melihat daftar kelas yang menempel di mading sekolah.
(Dhuaaar!!!), tiba-tiba saja suara Diva mengagetkanku.
“Liat apaan sih’ Mel’, serius amat? Ahahaha..”, tanya Diva.
“Amel dapet kelas berapa? Diva sama Lana sekarang satu kelas loh’.. Kelas III-2..”, belum kujawab dia pun menjelaskannya terlebih dahulu.
“Gue misah, gue di Kelas III-6..”, sahutku.
“Serius Mel’???”, Diva pun terlihat agak kaget.
“Iya, emang kenapa?”, tanyaku lagi.
“Wudiiih.. Amel emang pinterrr.. Itu kan isinya kumpulan juara kelas sekolah kita semua..”, dia pun menjelaskan sambil menepuk-nepuk pundakku.
“Ah, masa sih’???”, aku pun masih tak percaya.
Lalu Diva pun memalingkan wajahku untuk kembali melihat papan pengumuman.
“Tuh’ liat.. Ada Azka juara umum sekolah kita, ada Habibi yang suka jadi Si No. 2, trus ada lagi Si Al yang selain pinter jago pula main basketnya.. Trus masih banyak deh’, loe baca aja sendiri..”, sambungnya lagi.
Aku pun mencoba melihat nama teman-temanku satu per satu, “Hmm.. Oh iya yah’ bener juga..”.
“Emang ng’ga salah kita juga punya temen otaknya encer. Iya ng’ga Lan’??? Ahahaha..”, sambung Diva.
Lana pun tak menjawab dan hanya membalasnya dengan senyuman sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Ah udah ah daripada loe pada makin ngelantur, kita ke kantin dulu yuk’?! Laper, gue pagi ini belom sempet sarapan..”, ajakku.
“Yuk.. Yuk..”, sahut Diva.
Sesampainya di kantin, Lana pun langsung mencarikan kami tempat duduk karena katanya dia sudah sempat sarapan di rumah.
“Loe mau beli apa Mel’?, gue tiba-tiba juga kepengen Batagor..”, tanya Diva.
“Hmm.. Batagor yah’.. Boleh juga, gue juga samain deh’.. Eh iya, sambelnya banyakkin yaa.. Hehe..”, sahutku.
“Iya.. Iya.. Loe beliin minumannya yaa..”, jawab Diva.
“Oke, loe mau apa?”, tanyaku.
“Hmm.. Gue Tutty Fruit Tea aja deh’, yang Apel yah’..”, jawabnya lagi.
“Oke.. Nanti langsung ketemuan di meja aja yaa..”, balasku.
“Sip..”, sahut Diva.
Tak berapa lama memesan, kami pun akhirnya sudah berkumpul di meja kantin yang sebelumnya sudah diduduki Lana. Sambil menyantap suapan pertama Batagor, aku pun memulai pembicaraan...
"Eh.. Kalian tau ng’ga? Eh.. Ng’ga jadi deh..", aku pun ragu-ragu menceritakan tentang apa yang terjadi antara aku dan Kak Dhira.
"Lah, kenapa sih' loe???", Diva pun mulai aneh dengan sikapku.
"Hmm.. Gue pengen cerita, tapi gue juga masih bingung sendiri sama ceritanya..", jawabku.
"Cerita apa Mel'..?", Lana pun jadi ikut penasaran.
"Hmm..", lalu aku pun mengeluarkan origami pemberian Kak Dhira dari saku depan tasku.
Sambil mengunyah Batagor di mulutnya Diva pun bertanya, "Apaan tuh' Mel???".
"Coba sini liat Mel..", sambung Lana.
Aku pun hanya diam dan memberikan kertas origami itu kepada Lana.
"Hmm.. Ini Amel yang buat? Tumben..", tanya Lana.
"Bukan, coba buka dulu aja kertasnya..", jawabku.
Lalu pelan-pelan Lana pun membuka lipatan origaminya.
Tak berapa lama setelah membukanya, Lana pun terlihat terkejut, heran, tapi langsung melebarkan senyumannya. "Iiihhh... Amel... So sweet banget sih'.. Ini dari siapa..?", tanyanya penasaran.
"Apaan sih'?!", Diva pun langsung menarik kertas itu dari tangan Lana.
Dengan muka yang agak sedikit datar aku pun menjawabnya, "Kak Dhira...".
"Ya ampun Amel, what?! ", Diva pun terkejut sambil memukul-mukul bahuku.
"Apaan sih' Va...? Liat juga dooong...", Lana pun semakin penasaran hingga pindah tempat duduk di sebelah Diva.
"Mel' sejak kapan dia suka sama loe?!", tiba-tiba saja Diva bertanya hal yang membuatku kaget hingga tersedak.
"Uhuuuk.. Uhuuuk.. Apaan??? Suka??? Suka dari mana sih' Va'?!", tanyaku.
"Ya ampun Amel... Amel beneran ng'ga nangkep sinyal yang dikasih Kak Dhira ya...?", Lana yang polos pun malah bertanya terlebih dahulu.
"Nah'!!! Ini aja manusia liliput ngerti Mel.. Masa loe ng'ga ngeh sih'?!", lanjut Diva sambil menepuk punggung Lana dengan kencang.
"Divaaa... Kebiasaan deh'! Sakit tauuu...", gerutu Lana.
"Ah masa sih'...?", tanyaku dengan masih bingung dan aku pun akhirnya hanya terdiam.
Sambil berjalan menuju kelas aku pun semakin memikirkan perkataan Diva dana Lana tadi.