Cinta Tak Selalu Waras

Larasati
Chapter #6

Pergi Membawa Cinta, Pulang Membawa Hampa


Masa remaja yang sebentar lagi akan berakhir. Tanpa terasa, kini aku telah duduk di bangku SMA. Tahun 2011 menjadi awal aku resmi menjadi siswi baru. Tak pernah aku menyangka waktu berlalu secepat ini. Jam dinding tua di rumah berdentang, dentingnya menyimpan nuansa mistik yang selalu membuat bulu kudukku berdiri. Jarum jam menunjuk pukul 07.00. Dan hari ini—hari pertama sekolah.

“Bu! Nenek! Ayah! Pamit, ya! Assalamu’alaikum,” ucapku seraya berlalu keluar rumah.

 Tiba-tiba, sebuah suara menghentikan langkahku. “Mau pergi sekolah, Nak?” tanya Ayah padaku.

Aku menjawab dengan canggung. “Iya, Ayah! Pamit ya, Ayah!” ucapku sambil menyalami tangan Ayah.

Ayah membalas dengan senyuman seraya mengusap kepalaku. Sebuah kalimat yang membuat getir hatiku muncul dari lisannya,

“Sudah besar anak Ayah!” ucap Ayah sembari menuai senyuman. Aku membalas ucapannya dengan senyuman canggung. Kemudian berlalu meninggalkan rumah.

 Angkutan umum sudah menanti di depan sana. Aku pun melambaikan tangan pada Ayah sembari tersenyum. Tampak Ibu yang baru saja keluar dari rumah dengan membawa barang dagangannya. Dan, ya … tahu sendiri apa yang terjadi? Sikap Ayah berubah seketika saat melihat Ibu.

“Entah kapanlah mereka bisa berdamai,” keluhku.

Gerbang sekolah di depan mata. Aku masuk dengan perasaan campur aduk. Antara senang, dan cemas. Seseorang tanpa sengaja menyenggolku saat aku berada di barisan belakang saat upacara bendera. Hingga membuatku hampir saja tersungkur.

“Oh, Maaf!” ucap siswa lelaki itu sembari membetulkan topinya yang miring. Aku menganggukkan kepala dengan sedikit senyuman. Aku kira, akan ada perbincangan setelahnya. Nyatanya, dia berlalu menuju barisan depan. Ya, lagi, aku sendiri di sini.

Tiba-tiba seseorang berbicara dengan lantang di depan sana. Salah seorang pemimpin upacara bendera. Seorang senior dari kelas sebelas. Sepertinya memang ini sudah keahliannya. Karena, dia begitu lihai dalam gerakkan pramuka. Atau jangan-jangan, dia memang salah satu siswa yang mengikuti organisasi pramuka? Ya, apa pun itu, pagi ini cukup memberiku sedikit ketenangan. Saat mataku menangkap segala pemandangan baru yang tak kutemukan di rumah.

Pandanganku kini beralih pada seseorang di ujung sana. Seorang siswi bertubuh tinggi semampai. Cantik dengan kulit putihnya. Ya, dia Rinanda. Teman yang kini berbeda kelas denganku. Ia tampak sedang berdiri dengan tenang seolah tak terganggu oleh pembicaraan dua siswi di sebelahnya. Kini mata kami saling bertamu. Aku menuai senyuman padanya sembari melambaikan tangan. Ia membalas aksiku dengan senyuman dan lambaian tangan. Tiba-tiba seseorang berbisik di kupingku. Membuatku seketika terkejut.

“Kamu lagi senyum-senyum lihat pembawa upacara benderanya, ya?” ucap seorang siswi kepadaku. Aku lantas menoleh ke asal suara. Ternyata …

“Yana? Kamu di kelas sebelah?” tanyaku sembari tersenyum lebar menatapnya. Spontan, kami pun saling berpelukkan.

Lihat selengkapnya