Langit tampak menggelap ditemani dengan bulan yang seolah melayang indah dan masih setia bertugas menyinari seluruh insan di bawah kolong langit. Tidak ada perbedaan dari hari-hari sebelumnya. Hanya saja, sinar bulan tampak meredupkan warnanya yang khas.
Cuaca yang sangat dingin, tepatnya pukul 18.35 Wib. Seorang wanita yang sangat cantik parasnya merasa kebas dibagian kakinya. Ibu satu anak ini bernama "Rahma". Lelah berdiri terlalu lama di depan kaca lemari, akhirnya ia melentangkan tubuhnya yang kecil itu di atas kasur yang empuk. Sembari menunggu kakinya sembuh dari kebas, tangan bu Rahma menempel di atas keningnya yang tidak begitu lebar. Pikirannya mengawang tentang masa lalu yang merobek rongga dadanya. Ia menghela napasnya sangat dalam. Ekor matanya melirik buku Sisi yang bercerita tentang motivasi, terletak tak berdaya di atas mejanya. Tangannya perlahan meraih ke arah buku yang terletak di atas meja yang berwarna coklat itu. Jari-jari begitu lihai membuka setiap lembar kertas. Matanya tertuju pada bab 5 yang menurutnya patut untuk dibaca dan berusaha untuk menghayati setiap kata yang tertulis.
Dalam hidup ini, banyak hal berguna yang dapat kita pikirkan. Namun, banyak juga hal tidak berguna yang kita buat sendiri. Ngak sedikit seseorang bisa minder karena mereka merasa tidak memiliki "MATERI". Mereka mengasihani dirinya sendiri dengan menanam di dalam pikirannya bahwasannya ia "TIDAK MAMPU". Jika ditanya setiap manusia yang ada didunia ini. “Apakah kamu mempunyai banyak uang?” Saya yakin, rata-rata manusia mengatakan tidak mempunyai uang, bukan karena mereka benar-benar tidak mempunyai uang. Namun, mereka tidak puas dengan apa yang telah ia miliki. “Apakah itu anda?”
Anda tidak akan pernah salah mengambil keputusan atau melangkah maju apabila hati dan pikiran anda sejalan. Musibah-musibah yang terjadi dihidup kamu, tidak lah kemalangan yang sebenarnya. Karena kemalangan yang sebenar nya adalah ketika anda tidak tau apa yang membuat anda bahagia. Jika anda tidak tau apa yang membuat anda bahagia, pasti anda tidak akan pernah merasakan hati yang damai. Karena kebahagiaan terletak ketika hati anda berdamai dengan diri anda sendiri.
Karena orang sukses yang belum berdamai dengan dirinya sendiri, tidak akan pernah mendapat kebahagiaan yang sesungguhnya.
Senyum boleh terukir indah di bibir. Namun, hati yang murung terbungkus rapi di dalam. Uap hati tidak akan pernah kelihatan.
****
Tangan bu Rahma perlahan menutup kembali buku yang telah di bacanya dan meletakkan kembali ke atas mejanya. Ia kembali menghayati perjalanan hidup yang tidak mudah ia lalui selama ini. Terkadang jalan liku-liku itu ingin ia luruskan. Namun, takdir berkata lain. Setidaknya, teka-teki hidup membuat ia semakin kuat. Menghidupi seorang anak yang tidak ia inginkan, sebenarnya menguras tenaga dan air mata. Seiring waktu, ia berusaha mengikhlaskan segalanya kepada sang pencipta.
Ia dikagetkan dengan suara ketukan pintu yang terdengar sangat jelas.
“Sisi.... Coba kamu lihat ke depan rumah. Siapa yang datang? Mama lagi di kamar.” Teriak bu Rahma dari dalam kamarnya.
Sisi dengan sigap membuka pintu yang terkunci dengan sangat rapat. Ternyata tetangga mereka yang bertahun-tahun tinggal bersebelahan dengan bu Rahma. Siapa lagi kalau bukan "Bu Tio" Jenis tetangga seperti ini mampu membuat aliran darah semakin kencang tak keruan. Dan dapat menyebabkan hipertensi paru. Jika tidak kuat menghadapi nya, akan mengakibatkan kematian mendadak. Deru ombak di laut memang ganas. Tetapi, deru ombak omongan tetangga jauh lebih panas. Mengalahkan teriknya matahari yang muncul tepat di jam 12 siang. Dan mengalahkan panasnya semburan api Avatar.
Bukan tanpa alasan Sisi menutup pintunya rapat-rapat. Ia sengaja agar ocehan orang-orang tidak akan masuk atau terdengar di telinga yang dapat menyakitkan relung dadanya.
“Ada mama, Sisi?” Tanya bu Tio mendekat ke dalam ruang tamu.
Sisi mendengkus kesal. Lagi-lagi wanita ini selalu mengusik kehidupan mereka. Tidak ada kata selain ocehan yang tak berguna yang sering ia lontarkan.
“Ada bu, mama lagi sakit di kamar”. Cetus Sisi
“Sakit apa bu Rahma?” Tanya bu Tio sambil berjalan mendekat kearah bu Rahma yang sedang duduk di tempat tidurnya.
“Kalau ngak sanggup membiayai anaknya, jangan di paksa, bu. Jadi sakit kan?!” Ucap bu Tio sinis.
Sisi yang tengah melahap nasi yang bertumpuk didalam piring itu terpaksa ia hentikan sementara. Langkah kakinya terlihat cepat untuk masuk ke kamar bu Rahma yang letaknya tidak jauh dari dapur.
“Mama aku sakit bukan karena itu, tapi karena mulut ibu.” Jawab Sisi emosi .
“Kamu masih anak kecil sudah melawan orang tua, dasar ngak tau diri. Kamu tau ngak sih, kamu itu anak siapa?! Dasar ngak tau diri!”
Mendengar perkataan bu Tio, Sisi terpaku dan terdiam seribu bahasa. Sisi berjalan menuju pintu dan menarik tangan bu Tio secara paksa untuk menggiringnya keluar.
“Lebih baik ibu keluar.” Jawab Sisi sambil mendorongnya keluar pintu.
“Dasar anak kecil! Ngak tau sopan santun!” Bentak bu Tio dari halaman rumahnya.
“Sisi, masuk!” Teriak bu Rahma kencang. Mendengar teriakan bu Rahma, Sisi langsung menghampirinya.
“Sejak kapan mama ajari kamu begitu?!”
“Sejak mama diam ketika diremehkan orang.”
Mendengar perkataan Sisi, bu Rahma terlihat menyembunyikan wajahnya. Bukan tak bisa ia membalas perkataan orang terhadapnya, hanya saja, ia takut jika masa lalu yang dulu terungkit kembali.